DEMOKRASI.CO.ID - Politisi PKS Anis Byarwati kembali menyoroti pertumbuhan ekonomi nasional kuartal kedua tahun 2020 yang terkoreksi negative 5,30 persen.
Jika melihat data triwulanan, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah negatif sejak triwulan empat 2019 hingga 2020 di kuartal kedua.
Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati dalam keterangan persnya yang diterima pojoksatu.id di Jakarta, Jumat (4/9/2020).
Ia menilai persoalan utama yang menyebabkan pertumbuhan negatif ini, pertama sudah jelas, yaitu penurunan daya beli konsumsi rumah tangga.
“Yang tercermin dari pertumbuhan negatif hingga negatif 5,5 persen year on year, padahal kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB itu mencapai 57 persen,” ujarnya.
“Faktor kedua adalah investasi yang turun 8,67 persen year on year, memberikan dampak yang sangat krusial kepada persoalan ketenagakerjaan yang semakin sulit, sementara itu korban PHK dan pekerja yang dirumahkan juga tinggi,” jelasnya.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan merilis data 3 juta lebih pegawai yang di-PHK dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) memprediksi kemungkinan angka itu bisa mencapai 15 juta.
“Ini artinya, persoalan yang tidak bisa kita abaikan begitu saja, ditambah sepanjang Januari sampai Juni 2020, realisasi penanaman modal itu hanya tumbuh 1,8 persen year on year, PMA turun 8,1 persen dan PMDN naik menjadi 13,2 persen,” tegas Anis.
Menurutnya, realisais investasi pada sector sekunder itu terus menurun, pada Januari sampai Juni 2020, porsi realisasi investasi pada sector sekunder itu hanya 32,2 persen Tersier hanya 54,9 persen dan primer hanya 12,9 persen.
Anis mengatakan, bahwa yang menjadi faktor ketiga adalah buruknya realisasi program PEN, persoalan mendasarnya adalah pada kesiapan birokrasi.
Hal tersebut, lanjut anak buah Sohibul Iman ini menyebabkan stimulus untuk menahan penurunan aktivitas perekonomian tidak efektif dan maksimal.
Ia menambahkan, sampai Agustus 2020 realisasi PEN hanya 25 persen. Anggaran sector kesehatan terlaksana 8,4 persen, perlindungan sosial 49 persen insentive usaha 14 persen, UMKM 37 persen, sectoral dan PEMDA 30 persen korporasi persen, buruknya PEN ini menyebabkan program ini tidak bisa dinikmati dan tidak terasa dampaknya.
“Kita menghadapi 3 penyebab utama, yang menjadi tantangan yang perlu kita cermati dan carikan solusi bersama, sebagai upaya kita dalam memperbaiki pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021,” pungkasnya.