DEMOKRASI.CO.ID - PT Pertamina (Persero) rugi Rp11 triliun pada Semester I-2020. Kerugian itu diduga karena pemerintah tak melunasi utang kepada BUMN migas itu.
Ekonom Faisal Basri menilai kerugian Pertamina bukan hanya disebabkan faktor bisnis. Utang pemerintah kepada pemerintah berperan besar menentukan kerugian.
Biasanya, kata Faisal, BUMN seperti Pertamina dan PLN memperoleh pelunasan utang dari pemerintah dan kemudian dimasukkan dalam laporan laba rugi. Masalahnya saat ini pemerintah menunggak utang tersebut.
"Piutang ke pemerintah itu sudah masuk ke kas Pertamina itu berarti Pertamina tidak rugi, Anda (pemerintah) utangnya kira-kira Rp45 triliun, ruginya Rp11 triliun, di zamannya Sofyan Basir (eks Dirut PLN) piutang kepada pemerintah itu dimasukkan ke dalam laba sehingga Pertamina nya untung, nah Desember (2020) kemarin cashflow tidak ada, jadi tidak bisa bayar utang," ujar Faisal dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR, Senin (31/8/2020).
Faisal mengkritisi kedisiplinan fiskal pemerintah. Menurut dia, munculnya piutang pemerintah kepada BUMN akibat tidak ada disiplin fiskal karena selisih harga atau subsidi yang dibayarkan pemerintah tak tercatat dalam APBN.
Nicke Widyawati telah selesai menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap PLTU Riau-1. Nicke diperiksa sebagai saksi untuk Sofyan Basir.
"Jadi, tidak ada disiplin fiskal makin terjadi off budget. Oleh karena itu, kita hilangkan istilah yang aneh-aneh ini, yang namanya kompensasi. Pemerintah boleh melakukan apa saja, menentukan harga lebih rendah dari ongkos, ndak apa apa, tapi selisihnya itu dimasukkan ke APBN, dibicarakan ke DPR untuk dimasukan ke APBN dan dipertanggungjawabkan secara politik, karena ini merupakan tindakan politik," tuturnya. []