DEMOKRASI.CO.ID - Nilai tambah dan pemasukan negara dari pertambangan di Indonesia menjadi sorotan. Pasalnya, kebijakan peningkatan nilai tambah dari pertambangan masih belum begitu ketat dari segi perpajakan.
Alhasil pemasukan dan penerimaan ke negara dari industri tambang dan lainnya masih kecil. “Ini yang harus kita dorong terkait reformasi perpajakan, saya jamin 99,99% kita bisa dapat puluhan triliun dari industri nikel dan tambang, bahkan timah dan tembaga,” jelas ekonom UI Faisal Basri dalam konferensi daring, Kamis (3/9).
Faisal menjelaskan, di Indonesia sendiri, perusahaan tambang lokal diwajibkan membayar bea ekspor dan royalti, tetapi untuk pengusaha smelter tidak dikenakan.
Sebab, pengusaha smelter melihat peluang yang sangat besar di Indonesia dengan peraturan dan pengawasan yang tidak ketat. Sehingga, harga nikel di internasional US$ 40 per ton sedangkan di Indonesia cuma US$ 20 per ton.
Ia juga mengkritisi, smelter China bisa mendapatkan bahan baku berupa bijih atau ore nikel dengan harga yang sangat murah. Sehingga perusahaan asal China lebih banyak mengantongi keuntungan jika membangun smelter di Indonesia ketimbang di negaranya.
Faisal juga bilang, keuntungan yang sudah besar itu juga tidak dikenakan berbagai pajak seperti PPN (Pajak Pertambahan Nilai), bea masuk barang modal seperti mesin, pekerja yang didatangkan dari China juga memakai visa turis bukan visa pekerja, kemudian terbebaskan dari PPh (Pajak Penghasilan) perseorangan hingga iuran asing.
“Jadi jebol keuangan negara di Indonesia akibat smelter China yang masuk ke Indonesia. Sebab d isini tidak dikenakan biaya apa pun,” tambahnya.
Sehingga, menurutnya hilirisasi tambang di Indonesia justru malah menopang Industri negara lain seperti di China. Sebab dengan smelter China yang berada di Indonesia bisa mengantongi seluruh laba tanpa membayar berbagai pajak seperti pajak badan karena mendapat tax holiday hingga 25 tahun.
“Harga tambang yang dibeli perusahaan smelter sangat murah di Indonesia, sehingga laba lebih besar dibandingkan dengan di negara asal, karena itu perusahaan asing berbondong-bondong masuk ke negara kita,” tutupnya.