DEMOKRASI.CO.ID - PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) salah satu anak perusahaan BUMN kembali menjadi sorotan publik.
Pasalnya, perusahaan PT INTI diketahui belum membayar upah karyawannya selama tujuh bulan.
Tidak dibayarnya gaji karyawan tersebut dikarenakan PT INTI mengalami kerugian bisinis sehingga hak-hak karyawan belum terpenuhi sejak Februari 2020 lalu.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Kharon mengaku prihatin terhadap nasib PT INTI.
Menurutnya, perusahaan pimpinan Erick Thohir tersebut seharusnya dikelola dengan profesional dan dijauhkan dari campur tangan politik.
“Sehingga tak mengalami kerugian,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Politisi Demokrat ini menilai kalau PT INTI kerap bermasalah sebelum Covid-19 menghantam persendian ekonomi nasional.
“Memang Covid-19 menjadi masalah utama saat ini, tetapi dari sebelumnya perusahaan tersebut sudah bermasalah,”
“Saya juga merasa miris bahwa pengabaian terhadap hak-hak karyawan di BUMN kerap terjadi, seperti sebelumnya di SHS dan Jiwasraya,” sambungnya.
Kendati begitu, anak buah Harimurti Yudhoyono ini mengaku merasa miris karena gaji karyawan di perusahaan tersebut tidak dibayarkan di saat kondisi masyarakat lagi surit seperti ini.
“Ya memang kondisi keuangan PT INTI sedang bermasalah. Memang tidak ada uangnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, ketua Serikat Pekerja Inti Ridwan Al Faruq mengatakan setiap bulannya seluruh karuawan PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) mengalami ketidakpastian.
Karena pemberitahuan tak akan dibayarkan gaji disampaikan setiap akhir bulan jelang pay day.
Selama masa itu juga, kata Ridawan, para karyawan ini tetap bekerja full seperti biasanya.
“Bahwa sampai saat ini Perusahaan masih belum memenuhi hak-hak karyawan PT INTI, dari bulan Februari 2020,” kata Ridwan, Senin (7/9/2020).
Dia mengungkapkan, terakhir pembayaran gaji terjadi pada Februari namun karyawan hanya dibayarkan Rp 1 juta saja. Di bulan-bulan berikutnya perusahaan hanya menerima pemberitahuan dari perusahaan.
“Terkait yang Rp 1 juta memang itu usaha maksimal manajemen cara dana sana sini,” ungkapnya.
Ridwan mengungkapkan saat ini para karyawan membutuhkan perhatian dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut.
Namun hingga saat, sambung Ridwan, ini masih belum ada perhatian kementerian mengenai hal tersebut.