DEMOKRASI.CO.ID - Pengamat politik Ade Armando membela Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang dihujat warga Sumatera Barat (Sumbar).
Dosen UI itu menyebut Puan Maharani hanya menyampaikan keprihatinan banyak orang terkait sikap intoleransi yang ditunjukkan pemerintah dan sebagian masyarakat Sumbar.
Ade mengatakan, sejarah memang menunjukkan banyak tokoh yang berwatak pluralis dari Sumatera Barat. Tapi itu kan kisah dari masa lalu. Yang dipersoalkan adalah apa yang terjadi sekarang.
Tokoh Sumbar yang dimaksud Ade yakni Bung Hatta, Agus Salim, Syahrir, Tan Malaka, Hamka, Natsir, dan Muhammad Yamin.
“Kalau Bung Hatta masih hidup, mungkin dia juga akan khawatir dengan apa yang terjadi di tempat kelahirannya itu. Tanya saja anak dan cucu Bung Hatta tentang Sumatera Barat. Saya duga jawabannya adalah prihatin,” kata Ade, dikutip Pojoksatu.id dari channel Youtube Cokro TV, Minggu (6/9).
Dalam indeks kota toleran, kata Ade, Padang termasuk dalam kelompok lima kota paling tidak toleran di Indonesia.
Ade mengungkit ketika Gubernur Sumatera Barat melarang aplikasi injil berbahasa Minang dengan dalih didesak para pemuka agama Islam .
“Itu maksudnya apa? Kalau orang-orang Sumatera Barat memang pancasilais, mereka pasti akan gembira menyaksikan umat Kristen di sana memiliki injil berbahasa Minang,” kata Ade.
Ade membeberkan butir-butir Pancasila yang seharusnya diamalkan oleh masyarakat Sumbar.
“Sila kemanusiaan yang adil dan beradab itu berarti rakyat Indonesia di seluruh tanah Indonesia harus menghargai hak manusia beradab untuk berbeda, termasuk dalam beragama dan berkeyakinan,” ucap Ade.
“Sila persatuan Indonesia itu berarti kita semua adalah satu keluarga, terlepas dari perbedaan keyakinan dan agama kita,” tambahnya.
Menurut Ade, keputusan Gubernur Sumatera Barat dan mereka yang mendesak agar aplikasi Injil berbahasa Minang dilarang merupakan keputusan yang tidak pancasilais.
Ade menyebut sikap anti Pancasila yang sering terdengar dari Sumbar adalah penindasan terhadap non-muslim.
“Banyak pemuka agama dan adat di provinsi tersebut berdalih bahwa mereka sekadar menegakkan prinsip: adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Yang artinya masyarakat di sana menegakkan adat yang bersendikan syariah, yang berlandaskan Alquran,” katanya.
“Ini jelas mengherankan karena mereka seolah menyatakan bahwa Alquran mengajarkan umat Islam untuk memusuhi dan menindas hak umat Kristen untuk beribadat,” sebutnya.
Ade mencontohkan bukti kelompok masyarakat di Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sinjung, Sumbar yang tidak pancasilais.
“Para pemuka adat yang disebut Ninik Mamak di Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung, pada 20 Desember 2005, menyatakan bahw akegiatan perayaan dan peribadatan non muslim dilarang dilakukan di daerah itu karena bertentangan dengan adat Minangkabau,” kata Ade.
Ade menyebutkan, pada 23 Desember 2005, lahir surat pernyataan bersama ormas Islam, pemuda Islam, LSM, dan tokoh masyarakat Kecamatan Kamang baru.
Surat ini ditandatangani Majelis Ulama Indinesia, Muhammadiyah, Forum Ukhuwah Pemuda Islam, KNPI, BKMT, dan PERTI.
“Melalui surat itu, mereka menyatakan penolakan terhadap segala bentuk kegiatan ibadat umat kristen, termasuk kebaktian mingguan dan peringatan Natal,” ucap Ade.
“Tapi bukan itu saja, mereka juga menolak jual beli tanah dengan umat Kristen. Menolak pemakaman non-muslim. Dan pernyataan-pernyataan itu kemudian benar-benar diwujudkan oleh Pemerintah Nagari di sana,” kata Ade.
Selengkapnya simak video Ade Armando berikut ini: