DEMOKRASI.CO.ID - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu menulis sindiran keras saat membandingkan Pilkada di Indonesia yang tetap dilaksanakan dan Pemilu 48 negara lain di dunia yang ditunda.
Dengan merespons sebuah artikel berita yang memberitakan bahwa 48 negara telah memutuskan untuk menunda Pemilu di tengah pandemi, Said Didu menyentil soal pelaksanaan pesta demokrasi tersebut di Indonesia.
Menurut Said Didu, Pemilu di 48 negara tersebut ditunda karena kemungkinan bersar tidak melibatkan anak dan menantu yang ikut dalam kontestasinya.
“Mungkin 48 negara tersebut tidak ada yang anak dan mantunya yang ikut,” sindir Said Didu.
Kendati tidak menyebut nama, sindiran Said Didu ini diduga diarahkan kepada keluarga Presiden Joko Widodo yang terlibat sebagai pasangan Calon Kepala Daerah di Pilkada 2020.
Masing-masing dari mereka adalah putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang maju di Pilkada Solo dan menantu Jokowi, Bobby Nasution yang maju di Pilkada Medan.
Alasan Jokowi tetap gelar Pilkada
Presiden Joko Widodo tetap bersikukuh penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak 2020 harus tetap berjalan meski penyebaran Covid-19 semakin masif di Indonesia. Lantas apa alasan Jokowi yang tidak mau menunda Pilkada Serentak?
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan, alasan pertama Jokowi enggan menunda Pilkada yaitu demi menjamin hak konstitusional masyarakat dalam memilih kepala daerah. Alasan kedua ialah karena tidak ada kepastian kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
“Jika Pilkada ditunda misalnya sampai selesainya bencana Covid-19, maka itu tidak memberi kepastian karena tidak ada satupun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan berakhir,” kata Mahfud dalam keterangan pers melalui sebuah rekaman video, Selasa (22/9/2020).
Jokowi berani mengizinkan Pilkada Serentak 2020 tetap berlangsung karena melihat negara lain yang melakukan hal serupa bisa berjalan dengan aman, misalnya Amerika Serikat. Padahal kurva kasus Covid-19 di Indonesia saat ini kian meningkat, seiring banyaknya calon kepala daerah yang terpapar virus corona.
Kemudian alasan lainnya ialah lantaran pemerintah tidak ingin adanya kekosongan kursi kepala daerah. Kalau kursi pimpinan diisi oleh pelaksana tugas atau Plt, menurut pemerintah tidak akan bisa mengambil kebijakan strategis.
Kebijakan strategis daerah dinilai sangat penting di tengah pandemi Covid-19.
“Pemerintah tidak menginginkan terjadinya kepemimpinan di daerah yang dilakukan oleh hanya pelaksana tugas di sebanyak sampai 270 daerah dalam waktu yang bersamaan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jokowi juga tidak memilih untuk menunda lantaran sudah pernah melakukannya. Pilkada Serentak 2020 sempat diputuskan untuk ditunda pada jadwal awal yakni 23 September.
Namun karena situasi yang tidak memungkinkan, maka Pilkada Serentak 2020 pun diundur hingga diputuskan menjadi 9 Desember 2020.
“Oleh sebab itu penundaan sebenarnya sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan ditunda itu,” pungkasnya.