DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo memutuskan tidak akan mengajukan banding terkait perkara yang dimenangkan Evi Novinda Ginting.
Kepastikan itu disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, Jumat (7/8/2020) dilansir Antara.
“Presiden menghargai dan menghormati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan memutuskan untuk tidak banding,” ujat Dini.
Sebaliknya, Presiden akan segera mencabut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34/P/2020 tentang pemberhentian secara tidak hormat anggota KPU periode 2017-2022 itu.
“Presiden akan menerbitkan keputusan pencabutan Keppres pemberhentian Evi Novida sebagai anggota KPU, sebagai tindak lanjut putusan PTUN,” jelasnya.
Pencabutan Keppres itu sendiri, jelasnya, dilakukan karena pertimbangan Presiden dilandasi sifat Keppres yang administratif.
“Keppres semata-mata hanya untuk memformalkan putusan DKPP. Keppres Nomor 34/P/2020 soal pemberhentian Evi Novida diterbitkan berdasarkan putusan DKPP,” tuturnya.
“Karena itu, substansi perkara ada dalam putusan DKPP. Bukan di keppres,” lanjut Dini.
Ia menambahkan, Presiden juga mempertimbangkan bahwa PTUN sudah memeriksa substansi perkara.
Termasuk, putusan DKPP terhadap Novida dan memutuskan untuk membatalkan pemberhentian itu.
“Mengingat sifat Keppres adalah administratif, maka presiden tidak melihat alasan untuk tidak menerima putusan PTUN, substansi pemberhentian dikembalikan kepada DKPP,” beber Dini.
Sebelumnya, pada 23 Juli 2020 lalu, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Novida terhadap Keppres 34/P/2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat per 23 Maret 2020.
Dalam putusannya, majelis hakim PTUN Jakarta membuat lima keputusan terhadap dia selaku penggugat dan Jokowi sebagai tergugat.
Untuk diketahui, Evi Novida Ginting dipecat secara tidak hormat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Itu terkait kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 dari Partai Gerindra.
Selain itu, DKPP juga memberi sanksi berupa peringatan keras kepada ketua dan empat anggota lain KPU.
DKPP menilai, Evi Novida seharusnya memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpatuhan hukum dan ketidakadilan penetapan hasil pemilu.
Mengingat jabatannya sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu.
Sanksi etik berupa peringatan keras disertai pemberhentian dari Koordinator Divisi, merupakan kategori pelanggaran kode etik berat yang menunjukkan kinerja dia tidak dapat dipertanggungjawabkan.