
DEMOKRASI.CO.ID - Polisi harus mengambil tindakan tegas atas tindakan intoleran dan kelompok radikal yang ada di Indonesia.
Hal itu berkaca pada penyerangan kelompok laskar di Solo kepada pihak yang berseberangan baik secara ideologi maupun keyakinan.
Demikian disampaikan Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus.
Jika terus dibiarkan, menurutnya, Indonesia cepat atau lambat tidak akan lagi disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Tidak lagi memiliki slogan harga mati. Malah sebaliknya, mati harga di hadapan kelompok radikal dan intoleran manakala pimpinan Polri lemah,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (8/9/2020).
Petrus mengungkap, berdasarkan catatan, kejadian serupa sejatinya sudah pernah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Selain Solo, juga Jogyakarta, Kuningan dan Cianjur Jawa Barat, Riau, Medan, Padang dan lain sebagainya.
“Ini memperlihatkan aksi Intoleran dilakukan secara terbuka dan berani oleh kelompok ormas, tanpa rasa takut sedikitpun,” kecamnya.
Sayangnya, aksi kekerasan itu nyaris tak terdengar diproses hingga ke pengadilan.
Sebaliknya, tetapi selalu berujung dengan damai dan menegasikan proses pidana.
Dengan demikian kepentingan umum dan kepentingan penegakan kebenaran serta keadilan telah dikorbankan.
“Inilah yang membuat kelompok radikal dan intoleran ini menjadi besar kepala dan merajalela di mana-mana,” ujar dia, dikutip JPNN.
“Karena Kapolda, Kapolres dan Kapolsek tidak digdaya dan lemah menghadapi kelompok ini,” tegasnya.
Kondisi ini, lanjut Petrus, lantas membuat publik bertanya-tanya
“Jangan-jangan beberapa pimpinan Polri dan beberapa anggotanya sudah terpapar radikalisme dan intoleransi,” katanya.
“Karena banyak kasus pidana terkait tindakan radikal dan intoleran diselesaikan dengan cara damai sedangkan proses pidananya dikesampingkan,” tandasnya.
Sementara, video penyerangan itu sendiri sudah ramai beredar di media sosial.
Dalam video tersebut, kelompok laskar memaksa pemilik hajat membubarkan acara adat midodareni yang tengah berlangsung di dalam rumah.
Kelompok yang mengenakan penutup kepala itu curiga tuan rumah menyelenggarakan acara keagamaan yang sesat.
Kelompok itu juga berteriak-teriak “Allahuakbar, Bubar, Kafir”.
Bahkan ada yang mengatakan “Syiah bukan Islam, Syiah musuh Islam, darah kalian halal, Bunuh” dan lain sebagainya.
Selain melakukan penyerangan, gerombolan itu juga melakukan pengerusakan sejumlah mobil.