DEMOKRASI.CO.ID - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terpuruk pada triwiluan II 2020 turut dikomentari politisi Partai Demokrat Syahrial Nasution.
Dalam akun Twitter pribadinya, @syahrial_nst, Syahrial menilai pertumbuhan ekonomi RI yang minus 5,32 persen merupakan dampak dari penanganan pandemik virus corona baru (Covid-19) yang bobrok dilakukan pemerintah.
“Kepincangan ekonomi dampak dari wabah Covid-19 tengah menuju kelumpuhan. Dampak dari pola penanganan, jadi corak pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” cuitnya pada Kamis (6/8).
Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat ini juga mengatakan, tim ekonomi Presiden Joko Widodo hanya terus berkutat pada besaran jumlah anggaran yang diprioritaskan di dalam APBN. Tapi di sisi yang lain abai terhadap kecepatan dan ketepatan dari penggunaanya untuk seluruh aspek kehidupan.
“Indonesia menuju bulan keenam masa tidak pasti dampak Covid-19 terhadap ekonomi nasional. Kerangka capaian dasar isu kesehatan tidak terukur terhadap bidang sosial, keuangan, dan ekonomi Indonesia secara umum,” tuturnya.
“Di akhir bulan kelima sejak Jokowi umumkan resmi Covid-19 masuk Indonesia awal Maret lalu, angka penularan tembus lebih 100 ribu,” sambungnya.
Bahkan, Perppu 1/2020 yang disetujui DPR menjadi UU 2/2020, lanjut Syahrial, hanya menjadi bualan semata. Karena dalam implementasinya, anggaran yang dipatok lebih dari Rp 600 trilun baru terserap sekitar 20 persen.
“Konon (UU 2/2020) untuk menopang pemulihan ekonomi nasional. Membebaskan pemerintah membuat kebijakan dampak wabah Covid-19. Juga dikeluarkan PP No. 23 untuk tahapan awal bantuan jaring pengaman sosial, kesehatan, UMKM, dan usaha lainnya,” ucapnya.
Karena itu, Syahrial meminta pemerintah untuk sadar dan peka terhadap kondisi sekarang ini, yang membutuhkan harmonisasi dalam setiap pelaksanaan kebijakan pengendalian Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
“Perlu kepekaan nurani untuk harmonisasi pelaksanaan kebijakan sektor pemulihan kesehatan dan ekonomi,” ungkapnya.
Bahkan, dia menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seolah berlindung di balik UU 2/2020, yang memiliki hak impunitas dalam mengelola anggaran.
“Jangan karena logika antibisnis, Menkeu/Ketua KSSK Sri Mulyani mau menang sendiri. Berlindung pada moral hazard. Karena terlambatnya saluran stimulus untuk rakyat juga termasuk moral hazard,” sambungnya.
Lebih lanjut, Syahrial berkesimpulan bahwa kredibilitas tim ekonomi Jokowi menjadi pertanyaan besar di tengah-tengah masyarakat. Apalagi meningat sejak kuartal I 2020 kemarin jajaran menteri ekonomi salah memprediksi angka pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, Syahrial juga melihat ketakutan ancaman hukum atau traumatik masa lalu rezim Jokowi yang akhirnya diusahakan untuk dimitigasi melalui Perppu Corona. Hal inilah yang dipertanyakannya mengenai arah tujuan pemerintah sekarang ini. Khususnya Menkeu Sri Mulyani yang tidak cekatan.
“Menurut konstitusi, saat ini adalah periode terakhir Jokowi menjabat Presiden. Jangan-jangan, Ketua KSSK Sri Mulyani sudah melupakan profesionalitasnya tentang keuangan? Mungkin ada agenda lain? Ingin ikut kontestasi 2024, misalnya. Karena penyelamatan tidak cukup dengan jumlah, perlu kecepatan dan ketepatan,” demikian Syahrial Nasution menutup cuitannya.