DEMOKRASI.CO.ID - Pernyataan mengejutkan disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD mengenai kondisi ekonomi Indonesia di bulan depan. Dengan gamblang dia menyebut bahwa Indonesia akan 99,9 persen mengalami resesi.
Pernyataan ini menimbulkan beragam tanggapan. Khususnya mengenai kompetensi Mahfud menyampaikan prediksi ekonomi yang bukan di bidangnya.
Padahal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum menyatakan apakah akan terjadi resesi ekonomi atau tidak.
“Menko itu bukan ahli ekonomi, komentarnya tak berarti. Mahfud lebih tahu atau sok tahu?” begitu sindir Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, Senin (31/8).
Terlepas dari itu, Iwan Sumule menegaskan bahwa resesi terjadi jika dua kuartal berturut-turut ekonomi Indonesia mengalami laju yang negatif.
Sementara laju ekonomi Indonesia tahun ini konsisten menurun. Kuartal I 2020 ekonomi memang masih tumbuh di 2,97 persen, tapi kuartal II 2020 mengalami minus (-) 5,32 persen.
Presiden Joko Widodo sendiri sempat mengaku tidak mengerti lagi harus bagaimana jika kuartal III 2020 ekonomi Indonesia kembali minus.
“Jokowi dalam berbagai pidatonya bahkan masih bersyukur karena pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik dari negara lain, karena negara lain ada yang minus (-) 11 persen,” terangnya.
Pernyataan Jokowi itu, sambung Iwan Sumule, seharusnya menjadi patokan keberhasilan pemerintah. Artinya, jika laju tetap negatif, maka sama artinya pemerintah telah gagal.
Sebaiknya, sambung Iwan Sumule, kegagalan itu diakui dan diikuti dengan langkah jiwa besar untuk undur diri agar yang lebih ahli bisa selamatkan Indonesia.
“Kalau gagal tapi tak merasa gagal ya percuma. Apalagi budaya malu tak punya. Beda dengan Jepang,” ujar Iwan Sumule.[psid]