logo
×

Jumat, 28 Agustus 2020

Soal Kasus Pinangki, Kejagung: Tak Ada Istilah Kekuatan Besar

Soal Kasus Pinangki, Kejagung: Tak Ada Istilah Kekuatan Besar

DEMOKRASI.CO.ID - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejakasaan Agung Hari Setiyono mengatakan, pihaknya tak mengenal istilah “kekuatan besar” dalam proses penyidikan suatu kasus.

Menurut dia enyidik mengungkap suatu kasus berdasarkan alat bukti yang ada.

“Proses penyidikan tidak ada istilah kekuatan besar, tapi alat bukti yang didapat oleh penyidik, baik itu alat bukti berupa keterangan saksi, surat, keterangan ahli, maupun keterangan tersangka atau petunjuk,” kata Hari di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020).

Ia menanggapi dugaan Komisi Kejaksaan mengenai adanya kekuatan besar yang melindungi jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dan diduga menerima suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Kedua tersangka diduga berkonspirasi untuk mendapatkan fatwa dari Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra tak perlu menjalani eksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.

Sementara itu, Komisi Kejaksaan menduga Pinangki tidak beraksi sendiri dalam membantu memuluskan perkara hukum Djoko Tjandra.

Komisi Kejaksaan menduga ada kekuatan besar atau orang yang lebih berkuasa dibanding Pinangki.

“Makanya, diduga ada keterlibatan pihak lain yang lebih kuat dari sekadar oknum jaksa P itu,” kata Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (27/9/2020).

Menurut Barita, patut dicurigai ada keterlibatan pihak lebih kuat mengingat posisi Pinangki di Kejaksaan yang tidak memiliki jabatan tinggi atau kewenangan besar.

Sebelum dicopot, Pinangki menjabat sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.

“Dia (Pinangki) bukan penyidik, dia bukan orang yang punya kewenangan untuk eksekusi, dia jabatannya eselon IV, bukan jabatan yang memberikan keputusan, tapi kenapa dia bisa membangun komunikasi, foto-foto dengan terpidana buron yang hebat itu (Djoko Tjandra),” ucap dia.

Barita berpandangan, tak menutup kemungkinan orang berkekuatan besar tersebut melindungi Pinangki selama kasusnya bergulir.

Komisi Kejaksaan pun mendorong Kejagung untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas.

“Inilah yang harus dilakukan penyidikan pro justicia untuk mengungkap semua, siapa yang terlibat di situ, termasuk yang diduga kekuatan besar itu siapa,” ucap dia.

Dalam kasus tersebut, Djoko Tjandra dijerat Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor atau Pasal 13 UU Tipikor.

Djoko sedang menjalani hukuman di Lapas Salemba, Jakarta, atas kasus Bank Bali tersebut.

Sementara itu, Pinangki ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan sebesar Rp 7,4 miliar.

Pinangki pun disangkakan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 250 juta.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: