DEMOKRASI.CO.ID - Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyampaikan hasil rekapan pertumbuhan ekonomi di kuartal II tahun 2020. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot di angka minus 5,32 persen.
Anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus mengatakan, hasil penelitian BPS merupakan warning bagi pemerintah Indonesia agar tidak terperosok ke dalam jurang resesi.
“Bila ekonomi pada kuartal III kembali mencatatkan pertumbuhan negatif, maka semakin menyulitkan Indonesia terlepas dari jerat resesi ekonomi. Karena suatu negara disebut mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut,” kata Guspardi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (7/8).
Dia menerangkan pandemik Covid-19 telah merobohkan ekonomi nasional dengan indikasi menurunnya daya beli masyarakat. Tidak hanya kalangan bawah, tingkat korporasi pun mengalami hantaman dahsyat, beberapa perusahaan melakukan penghematan besar-besaran yang berujung pada gelombang PHK.
Menurutnya, pemerintah Indonesia belum maksimal dalam melakukan penanganan wabah Covid-19. Rendahnya kepercayaan masyarakat, dunia usaha dan investor terhadap pemerintah dalam menahan laju penyebaran wabah pandemik ini masih tergambar dari semakin bertambahnya jumlah kasus hari demi hari Covid-19 di Indonesia.
“Mengutip laporan yang dikutip dari situs covid19.co.id hingga 6 Agustus 2020 terdapat 118.753 positif dan meninggal dunia 5.521. Artinya, ada lebih 44 kasus positif per 100 ribu penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 269 juta jiwa,” katanya.
Mantan Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Sumbar itu juga menerangkan, hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat, dunia usaha dan investor. Tidak sedikit pengusaha yang harus rela berhenti beroperasi beberapa minggu karena ditemukannya kasus terindikasi positif Covid-19 di pabrik mereka.
“Begitupun investor, bagaimana investor dan turis asing mau datang jika mereka membaca berita seram tentang penanganan Covid-19 di Indonesia? Penanggulangan pandemik yang lambat atau tidak sinkron harus segera di perbaiki karena dapat menimbulkan efek berkepanjangan, dan semakin memparah kondisi perekonomian kita dan memunculkan risiko sosial dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang pastinya akan bertambah tinggi,” demikian Guspardi Gaus.