DEMOKRASI.CO.ID - Tak mudah bagi korban pelecehan seksual untuk sembuh dari trauma dan luka batinnya. Apalagi seseorang tersebut sedang menempuh studi di kota terbesar ke dua di Indonesia. Peristiwa yang dialami korban fetish pocong berinisial P ini tak mudah dilupakan.
Merasa hal tersebut sebagai aib, perantau P ini bersalah jika melapor. Karena pada waktu itu pemikirannya yang belum terbuka seperti saat ini. Dia pun memilih menyimpannya sendiri beban batin yang disimpan berbulan-bulan. P justru merasa akan dihakimi dengan pertanyaan kenapa bisa tidak hati-hati. P pun berusaha kompromi dengan dirinya sendiri dan menyembuhkan luka batinnya.
Karena terdorong ingin menyelesaikan kuliah dengan baik dan tepat waktu, P akhirnya memiliki semangat belajar di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair. Hingga suatu saat teman-temannya di FIB Unair menemukan masalah sesama angkatan. Teman-temannya tersebut mencoba mengkonfirmasi ke dirinya, yang sudah tidak bergaul dengan pelaku lagi.
Akhirnya, P pun memberanikan diri untuk menceritakan ke teman-temannya tentang aksi Gilang. Mulai dari kejadian hingga ditutup kain dan lain-lain. Rupanya, teman-temannya pun syok.
"Trauma pasti sih dan berlangsung selama berbulan-bulan karena seperti ada seseorang melakukan kejahatan dan itu tidak bisa dimaafkan. Dampaknya besar terutama kesehatan mental sempat down, tidak semangat, benci dengan diri sendiri. Dan itu berlangsung lama. Saya sering jatuh bangun kadang ada penolakan, saya merasa sudah kotor," kata P kepada detikcom, Minggu (2/8/2020).
Bahkan, jelas dia, kejadian tahun 2015 lalu dirinya dibungkus, dicium hingga menyentuh area vitalnya, tak bisa dilupakan. Dia menyadari sexual haressment atau pelecehan seksual berdampak besar bagi psikologisnya.
"Sexual harassment itu bukan perkara sepele, itu menyangkut masa depan seseorang. Karena saya dibiasakan membaca, saya membaca ternyata korban pelecehan itu juga kemungkinan bisa menjadi pelaku. Karena ada trauma di masa lalu yang tidak bisa menahan. Akhirnya ketika sudah menumpuk akhirnya dia ingin melampiaskan ke orang lain karena rasa dendam itu tadi," jelasnya.
Meski mengalami trauma berbulan-bulan, P tidak memiliki niatan mendatangi psikiater atau psikologi. Karena saat itu dia merasa dapat menyemangati diri sendiri untuk bangkit dan kembali mengejar masa depannya.
Dia pun berpesan kepada masyarakat, terutama para korban berpesan untuk tetap waspada. Karena seseorang tidak bisa menutup kemungkinan, orang yang paling dekat bisa menjadi salah satu pelaku pelecehan seksual, seperti yang dialami P.
"Jangan mudah dekat dengan orang asing, kalau ada ajakan dipilah-pilah lagi. Untuk korban lain kuatkan diri dulu, mental, karena itu modal speak up. Karena untuk speak up butuh keberanian besar. Kalau punya orang terdekat, orang tua, teman sebaiknya cerita. Jangan sampai menjadi penyakit untuk diri sendiri kecuali bisa mengatasinya. Menurut saya mainset masyarakat kita masih minim tentang kesadaran bahwa korban perlu dilindungi. Bahkan ada beberapa yang kesannya memarjinalkan korban," pungkasnya.
Sementara pelaku disebut bernama Gilang terdeteksi berada di Kalimantan sejaj Maret 2020 lalu. Mahasiswa semester 10 tersebut terancam diskors bila terbukti bersalah. "Keluarga ada di Kalimantan, yang bersangkutan juga di Kalimantan sejak Maret 2020 lalu," kata Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair Suko Widodo.(dtk)