Oleh: Arief Gunawan
SEJARAWAN Onghokham yang berkeliling Jawa menjelang kejatuhan Sukarno mencatat fenomena wabah kutu busuk di sejumlah kota besar.
Ong kerap menyaksikan ratusan tikus turun ke jalan dari persawahan yang kering, yang nampak melalui sorot lampu kendaraan yang ditumpanginya pada malam hari.
Fenomena kutu busuk terjadi di kota-kota besar Jakarta, Solo, Bandung, dan beberapa wilayah Jawa Timur.
Orang tak dapat duduk tenang di tempat-tempat umum, seperti gedung bioskop, restoran, dan perkantoran, karena gangguan kutu busuk.
Waktu itu situasi sosial dan ekonomi mirip sekarang.
Petani-nelayan terabaikan, sehingga di desa-desa manusia dan tikus kelaparan.
Lapangan kerja susah (tapi tak diserobot TKA China).
Beras mahal.
Harga-harga melonjak.
Kriminalitas meningkat.
Serupa dengan hari ini masyarakatnya juga terbelah. Sektor pendidikan berantakan, ulama dipersekusi, agitprop PKI, buzzersRp menebar hasutan yang memecah NKRI.
Wabah penyakit seperti cacar dan busung lapar (sekarang Covid-19) ditutupi dengan istilah KKM, Kemungkinan Kurang Makan...
Pemerintah kehilangan kepercayaan. Seakan sedang membangun jalan kejatuhannya sendiri.
Adam Malik yang baru ditunjuk jadi Menko Pelaksanaan Ekonomi Terpimpin di depan Kesatuan Aksi Mahasiswa UI mengeluh tiada mengerti ekonomi.
Kabinet dikata-katai Anjing Peking. Chaerul Saleh yang mengurus pertambangan naikin harga bensin.
Jusuf Muda Dalam, menteri bidang ekonomi, terlibat korupsi makan duit suap impor...
Pemerintah bingung tapi berpura-pura.
Kebenaran tak dijadikan pedoman. Menteri-menteri pada yes man dan ABS belaka.
Siapakah yang harus didengar, dimintakan pendapat agar bisa ditempuh jalan keluar untuk memecahkan kebuntuan?
Di masa Jawa Kuno terdapat para Empu, para cendikia, dan orang-orang bijak yang dimatangkan oleh pengalaman, keahlian, dan integritas diri. Kepada merekalah penguasa meminta saran dan pendapat.
Di era hari ini terdapat tokoh seperti Dr Rizal Ramli yang akhir-akhir ini harapan publik lebih banyak tertuju kepadanya.
Ekonom senior yang matang dengan berbagai pengalaman berprestssi dengan karakter problem solver, antara lain sukses mendampingi Presiden Gus Dur sebagai Menko Perekonomian itu, dinilai paling cocok untuk mengatasi resesi ini.
Kita sedang terperosok di kubangan resesi terburuk. Pasca reformasi, inilah kondisi perekonomian paling jelek bagi Indonesia, bahkan dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
Ironisnya, penguasa dan para pendukungnya : oligarki tamak, dan para penjilat kronis masih “berpura-pura bahagia”, sambil mengambil keuntungan di tengah musibah besar bangsa hari ini.
Indonesia masih bisa diselamatkan. Tetapi tidak dengan kepura-puraan, kebohongan, intimidasi, pengerahan buzzersRp, ketidakadilan hukum, dan kekerasan.
Indonesia masih bisa diselamatkan oleh orang yang tau bagaimana cara menyelamatkan.
Rizal Ramli menyediakan diri untuk itu dengan bekal prestasi, track record, integritas dan keberpihakannya yang kuat kepada rakyat, yang dia buktikan sejak mahasiswa.
Kekuasaan tiada abadi.
Sic Transit Gloria Mundi.
Di dunia tiada yang kekal.
Kasih sayang terhadap kemanusiaan lah yang dikenang …
Penulis adalah wartawan senior