DEMOKRASI.CO.ID - Keinginan pemerintah membangun birokrasi kelas dunia yang profesional dan berdaya saing terhenti seperti terhenti di Kantor Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres).
Hal itu tercermin dari posisi Kepala Kantor Sekretariat Wapres (Seswapres) yang masih diduduki Mohamad Oemar.
Mohamad Oemar sendiri telah menjabat di era tiga wakil presiden. Dia mulai menjabat seswapres di tahun 2011 atau saat Boediono menjabat sebagai wapres. Oemar tetap bertahan sekalipun Wapres Boediono telah habis jabatan dan diganti Jusuf Kalla di tahun 2014.
Begitu juga saat JK sudah habis masa jabatan, mantan dubes untuk Italia itu masih menjadi seswapres untuk Maruf Amin di tahun 2019 hingga sekarang.
"Pelaksanaan good governance dan reformasi birokrasi terhenti di kantor Sekretariat Wakil Presiden. Dalam sistem demokrasi birokrasi adalah sinergi dalam sistem pelayanan publik," ujar Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (30/8).
Padahal, sambung Satyo, Wapres Maruf Amin juga telah menyampaikan kepada publik tentang keinginan pemerintah membangun birokrasi kelas dunia yang profesional dan berdaya saing.
Hal itu disampaikan Wapres Maruf Amin saat acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (26/8) kemarin.
Menurut Satyo, terlalu lamanya kepemimpinan birokrasi seperti Mohamad Oemar berpotensi absolutnya kendali birokrasi, sehingga akan mengganggu pelayanan publik.
Seperti yang terjadi di Kantor Sekretariat Wakil Presiden, Kepala Sekretariat Wapres adalah orang yang "berkuasa" sejak kepemimpinan SBY-Boediono sudah hampir 10 tahun sejak dia diangkat oleh Mensesneg Sudi Silalahi," katanya. (Rmol)