logo
×

Selasa, 18 Agustus 2020

Kalau Benar KAMI Mau Menyelamatkan Negara, Jadilah Relawan di Wisma Atlet

Kalau Benar KAMI Mau Menyelamatkan Negara, Jadilah Relawan di Wisma Atlet

DEMOKRASI.CO.ID - Deklarasi gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dinilai banyak pihak tak sepenuhnya membawa aspirasi masyarakat.

Hal itu diamini pengamat komunikasi politik Ari Junaedi kepada JPNN menanggapi deklarasi KAMI oleh sejumlah tokoh di Tugu Proklamasi.

Ari bahkan mengaku cukup aneh dengan klaim gerakan yang dimotori Din Syamsuddin cs itu.

“Cukup aneh juga jika ada kelompok yang mengatasnamakan rakyat dan mengaku bisa menyelamatkan negara,” ungkapnya, Selasa (18/8/2020).

Dosen Universitas Indonesia ini menyebut, gerakan yang mengatasnamakan rakyat itu memiliki sejumlah kriteria khusus.

Sehingga nantinya gerakan itu mendapat kepecayaan rakyat dan memang bertujuan untuk menyelamatkan Indonesia.

Antara lain, berasal dari rakyat biasa yang tidak pernah terkait kasus korupsi.

Bukan orang yang terkesan berambisi menjadi presiden atau menteri.

Juga bukan tokoh yang berasal dari keluarga yang terlibat praktik KKN cukup lama di negeri ini.

“Jadi, kalau yang bergerak untuk mendeklarasikan penyelamatan negara adalah rakyat jelata yang tidak pernah terkait kasus korupsi, tidak ngebet jadi presiden atau ingin jadi menteri, atau keluarganya tidak terkait dengan praktik KKN yang menggurita lama di negeri ini, tentu rakyat percaya,” ujarnya.

Akan tetapi, pembimbing doktoral di pascasarjana Universitas Padjadjaran ini tak menyebut siapa nama-nama yang dimaksudnya.

“Apa jadinya jika deklarasi diisi oleh orang-orang tersebut,” sambungnya.

Kendati demikian, Ari mengakui bahwa setiap orang berhak melontarkan kritik kepada pemerintah.

Apalagi, Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi.

“Namun, akan janggal jika yang melontarkan kritik terkait dengan ambisi pribadi dan agenda pribadi,” ungkap Ari.

Ari lantas melontarkan analogi sederhana klaim menyelematkan negara dikaitkan dengan kondisi saat ini di tengah pandemi Covid-19.

“Kalau mau menyelamatkan negara, jadilah sukrelawan di Wisma Atlet,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan pengamat politik Boni Hargens yang tak yakin KAMI benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat.

Sebaliknya, Boni khawatir koalisi yang mengklaim diri sebagai gerakan sosial itu tak lebih dari sekedar broker politik.

Terlebih, aktor utama KAMI adalah orang-orang yang disebut Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) sebagai ‘para bekas’.

Yakni bekas politikus, bekas birokrat, bekas tokoh agama, bekas akademisi kampus.

Juga bekas aktivis yang sempat menikmati kekuasaan pada periode pemerintahan sebelumnya.

“Saya cemas jangan-jangan KAMI ini hanya kelompok broker politik ataupun pemburu rente, yang ingin mencari untung sesaat,” ujar Boni di Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Boni beralasan, para deklarator dan momentum deklarasi adalah orang-orang yang dikenal publik karena kebiasaan mencibir pemerintah di media.

“Meski demikian, gerakan mereka tetap kita hargai sebagai bagian dari kebebasan demokratik,” ucapnya.

Boni menjelaskan, kehadiran broker politik dan pemburu rente dalam demokrasi elektoral, menjadi tradisi umum di negara yang demokrasinya belum begitu stabil.

Ia juga menyebut, lemahnya oposisi parlemen terhadap pemerintahan Presiden Jokowi, memungkinkan bangkitnya oposisi jalanan.

Dalam demokrasi yang sehat, oposisi jalanan biasanya dimainkan oleh kekuatan civil society dan benar-benar mencerminkan aspirasi publik.

Terutama aspirasi yang tak tersalurkan melalui mekanisme prosedural kekuasaan.

“Namun, dalam perspektif penilaian saya, KAMI ini oposisi jalanan yang terpisah dari masyarakat,” kata Boni.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: