DEMOKRASI.CO.ID - Sekretaris Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto sempat menegaskan bahwa Omnibus Law merupakan RUU unggulan Presiden Joko Widodo.
Untuk itu, Bambang mengungkapkan, bahwa sebagai partai pengusung, pihaknya harus mengawal seluruh proses pembahasan RUU Omnibus Law.
“Dikau paham sekali (Omnibus Law) ini adalah RUU yang menjadi primadona Presiden Jokowi, ini primadona beliau. Ini menjadi UU yang beliau selalu tanyakan perkembangannya,” kata Bambang Wuryanto di Gedung DPR (09/07).
Wartawan senior Farid Gaban memberikan catatan soal ‘nafsu’ Jokowi dan PDIP menggeber Omnibus Law.
Menurut Farid, sikap Jokowi dan PDIP terhadap omnibus law itu bertentangan dengan tekad dan cita-cita Bung Karno.
“Saya yakin Bung Karno akan menolak Omnibus Law jika beliau masih hidup. “Go to hell with your aids,” kata beliau bertahun lalu. Bantuan dan investasi asing jalan seiring sejak Orde Baru. Ironi jika Jokowi dan PDI-P justru menggebernya. Masih ingat Nawacita? #JegalOmnibusLaw,” tegas Farid di akun Twitter @faridgaban.
Sejarawan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal menanggapi cuitan @faridgaban. Sindiran keras dilontarkan JJ Rizal, dengan menyebut di dalam kubur Soekarno lantang menolak omnibus law.
“Bahkan dari dalam kubur Sukarno lantang nolak omnibus law, sebab ini bertentangan dengan prinsip utamanya yang nolak exploitation de l’homme par l’homme, penindasan, penghisapan manusia oleh manusia yang lain, exploitation de nation par nation, penindasan sebuah bangsa oleh bangsa yg lain,” tulis JJ Rizal di akun @JJRizal.
JJ Rizal juga menanggapi penegasan aktivis HAM Dandhy Laksono di akun @Dandhy_Laksono. “Mending kalo buku tubapi sebagai hasil ekstrak kerja dewan perancang nasional yang dalam situasi serba kurang merancang 1000 tahun Indonesia berbasis riset dalam wawasan Trisakti. Yang saya kuatir kalo sekarang yang tersisa hanya buku rekening bank,” sindir @JJRizal.
Sebelumnya @Dandhy_Laksono menulis: “Arus utama di PDIP saat ini sudah tidak ada hubungannya dengan gagasan atau ajaran Sukarno. Trisakti saja tidak. Apalagi Marhaenisme. Yang tersisa tinggal “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi” sebagai pajangan di rak-rak buku mereka.”