logo
×

Senin, 03 Agustus 2020

Jaksa KPK Ungkap Harun Masiku Tunjukkan Foto Megawati & Mantan Ketua MA kepada Arief Budiman

Jaksa KPK Ungkap Harun Masiku Tunjukkan Foto Megawati & Mantan Ketua MA kepada Arief Budiman

DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman membenarkan ditunjukkan foto Harun Masiku saat bersama dengan dua tokoh besar.

Dua tokoh besar tersebut adalah Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Ketua Mahkamah Agung (MA) periode 2017-2022, Muhammad Hatta Ali.

Hal itu merupakan keterangan Arief Budiman saat menjadi saksi untuk terdakwa Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU RI dan Agustiani Tio Fridelina selaku mantan caleg PDIP yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat sidang tuntutan.

Jaksa Ronald Worotikan mengatakan, pada keterangan Arief Budiman di persidangan mengakui bahwa Arief didatangi oleh Harun Masiku pada September 2019 di ruang kerja Arief di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat.

"Saksi (Arief Budiman) membenarkan jawaban BAP nomor 27 "kronologi pertemuan saya dengan saudara Harun Masiku yang pada waktu itu datang ke Kantor KPU RI untuk menemui saya dengan maksud untuk menyerahkan putusan Mahkamah Agung yang selanjutnya saya minta agar penyerahan tersebut dilaksanakan secara formal," jelas Jaksa Ronald.

Arief Budiman mengaku pernah bertemu dengan Harun Masiku di ruang rapat ketua atau ruang tamu ketua KPU RI. Pada waktu itu, Harun Masiku kata Arief datang dengan tanpa membuat janji sebelum melainkan langsung datang ke kantor KPU RI.

"Kebetulan pada waktu itu saya sedang ada waktu untuk menerima tamu dan seingat saya saudara Harun Masiku datang bersama seseorang yang tidak saya kenal," kata Jaksa Ronald membacakan keterangan saksi Arief di persidangan.

Kedatangan Harun Masiku dan seseorang lainnya itu kata Arief bertujuan agar permohonan PDIP dapat dibantu oleh KPU RI untuk direalisasikan.

Pada saat itu, Harun datang membawa berkas dokumen, diantaranya Putusan MA-RI No. 57.P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019. Selain itu, terdapat foto-foto Harun dengan saudari Megawati Soekarnoputri dan saudara Muhammad Hatta Ali.

Foto tersebut ditunjukkan Harun untuk menjelaskan bahwa Harun memiliki kedekatan dan dukungan dari pihak yang dianggap memiliki pengaruh kuat dari Megawati Soekarnoputri selaku Ketum PDIP sangat Muhammad Hatta Ali selaku Ketua MA.

"Pada waktu itu saya mengatakan kepada saudara Harun Masiku "Tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak sesuai dengan ketentuan". Selanjutnya pertemuan tersebut berakhir dan tidak terdapat hal-hal penting lainnya yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Selanjutnya saudara Harun Masiku bersama rekannya meninggalkan ruangan, pertemuan tersebut berlangsung selama sekitar 15-20 menit," terang Jaksa Ronald membacakan keterangan saksi Arief.

Diketahui, Wahyu Setiawan dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Wahyu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut yaitu menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan uang sebesar 38.500 dolar Singapura atau seluruhnya setara dengan Rp 600 juta dari Saeful Bahri selaku mantan Caleg PDIP.

Pemberian uang tersebut dengan maksud agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI PDIP dari Dapil Sumsel 1 yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Wahyu juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi yaitu menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo selaku Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat terkait proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa 1 Wahyu Setiawan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun," jelas Jaksa Moch. Takdir Suhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (3/8).

Pidana tambahan tersebut berlaku setelah Wahyu Setiawan menjalani pidana pokoknya.

Selain itu, Jaksa KPK pun juga menolak pengajuan Justice Collaborator (JC) Wahyu Setiawan. Penolakan itu dikarenakan Wahyu tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan SEMA 4/2011.

Kemudian, mantan Caleg PDIP, Agustiani Tio Fridelina dituntut 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurangan.

Atas perbuatannya, Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina diduga melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Selain itu, khusus untuk Wahyu, diduga telah melanggar Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor. []
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: