DEMOKRASI.CO.ID - Polemik Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali mendapat kritik dari Direktur Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf.
Sebabnya, program yang bertujuan untuk peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan melibatkan peran serta organisasi kemasyarakatan (Ormas) justru melibatkan pihak swasta yang terafialisi dengan CSR perusahan besar, yakni Sampoerna dan Tanoto Foundation.
Dalam akun Twitter-nya @SirianaGde, dia menyayangkan program Mendikbud, Nadiem Makarim tersebut, yang justru jelas-jelas mengesampingkan pembangunan infrastruktur pendidikan yang sampai sekarang tak kunjung usai.
Sebagai salah satu contoh yang dipaparkan Gde Siriana adalah terkait fasilitas internet siswa dan mahasiswa, yang selama masa pandemik virus corona baru (Covid-19) belajar di rumah tapi tidak disediakan internet gratis oleh pemerintah.
Karena itu, Board Member of Bandung Innitiaves Network ini meminta Nadiem Makarim untuk membubarkan POP dan mengalihkan anggarannya sejumlah Rp 595 miliar per tahun untuk membuat fasilitas belajar di sekolah berupa pembatas meja.
Jika Kemendikbud tak mampu kasih gratis paket internet anak-anak pelajar dan mahasiswa, belajar offline dengan protokol Covid-19 seperti gambar dapat dicontoh," cuit Gde Siriana, Sabtu (1/8).
"Daripada dana POP diberikan ke CSR korporasi lebih baik subsidi sekolah untuk penyediaan pembatas meja belajar," demikian Gde Siriana Yusuf mengakhiri cuitannya.(rmol)