DEMOKRASI.CO.ID - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang diinisiasi Din Syamsuddin cs bisa jadi ancaman bagi stabilitas politik dan keamanan negara.
Demikian disampaikan pengamat politik Boni Hargens kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (18/8/2020).
“Untuk saat ini belum, tetapi dalam perjalanan waktu ke depan KAMI bisa saja menjadi ancaman,” ujar Boni.
Menurut Boni, sejumlah tokoh pendukung KAMI dari kelompok ideologis yang pada Pilkada DKI 2017 ataupun Pemilu 2019 memainkan politik identitas.
“Jadi, sebagian kelompok pendukung KAMI adalah kelompok ideologis yang pada periode Pemilu 2019, termasuk Pilkada DKI Jakarta 2017 memainkan politik identitas,” ulasnya.
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini menegaskan, kalau KAMI ikut mengamplifikasi politik identitas, gerakan itu berpotensi menjadi ancaman bagi ketahanan ideologi dan demokrasi Pancasila.
Alasan kedua, KAMI muncul di tengah kesibukan pemerintah menangani wabah Covid-19.
“Gerakan mereka berpotensi menguras energi pemerintah dan berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan,” katanya.
Peraih gelar doktor filsafat politik dari Walden University, Minneapolis, Amerika Serikat ini menambahkan, KAMI juga bisa menjadi masalah tersendiri.
Itu terjadi jika ternyata ikut bermain dalam kampanye Pilkada Serentak 2020.
“Propaganda antipemerintah akan terus menjadi narasi politik yang dominan baik di tingkat lokal maupun nasional,” katanya.
Oleh karena itu Boni mengingatkan KAMI sebaiknya memberikan evaluasi dan kritik secara komprehensif.
Dalam bentuk kajian akademik yang memadai tentang kelemahan dan kekuatan pemerintah beserta kebijakannya.
“Namun sejauh ini ada kesan KAMI adalah barisan sakit hati yang sekadar ingin melawan pemerintah karena faktor dendam politik,” ulasnya.
Menurut Boni, stigma itu tidak mudah untuk dihapus.
“Hanya KAMI sendiri yang bisa meluruskan persepsi macam itu,” sambungnya.
Boni secara khusus menyebut kehadiran KAMI harus tetap menjadi perhatian institusi penegak hukum dan aparat keamanan.
Pasalnya, kelompok tersebut tentu membutuhkan dukungan finansial yang memadai, selain konsolidasi nonmaterial yang sifatnya ideologis.
“Makanya, perlu ada monitoring siapa yang mendanai,” tegasnya.
Selain itu, kehadiran KAMI juga perlu dikaji dari aspek analisis ancaman.
“Untuk mengukur potensi ancaman yang mungkin muncul dalam dinamika politik ke depan,” pungkas Boni.