logo
×

Senin, 24 Agustus 2020

Balasan GP Ansor Pasuruan untuk Advokat Muslim Soal HTI dan Khilafah, Keras

Balasan GP Ansor Pasuruan untuk Advokat Muslim Soal HTI dan Khilafah, Keras

DEMOKRASI.CO.ID - Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, menegaskan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengusung ideologi khilafah dan segala aktivitasnya terlarang di Indonesia.

Hal itu membalas pembelaan Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) yang menyatakan HTI bukan organisasi terlarang secara hukum.

“Ya enggak bisa dong. Yang namanya dicabut itu ya dilarang,” tegas Ketua PC GP Ansor Bangil, Saad Muafi kepada JPNN, Senin (24/8/2020).

Dia pun menyodorkan logika bahwa segala sesuatu yang dicabut itu terjadi karena ada sebab akibat.

Untuk HTI yang mengusung ideologi khilafah, dinilai Muafi ingin merongrong NKRI sehingga dicabut BHP-nya oleh pemerintah.

“Karena dicabut itu maka dilarang. Jadi seluruh aktivitas HTI, mau koordinasinya, ideologinya, ajarannya terlarang di Indonesia,” tekan dia.

Karena itu, anggota DPRD Pasuruan ini tak ambil pusing dengan pernyataan advokat muslim dari KSHUMI dengan berbagai dalil dan alasannya.

“Ya itu silahkan dia mau berargumentasi seperti itu. Itu hak dia,” tuturnya.

“Tetapi fakta di lapangan bahwa apa pun yang dilakukan oleh HTI, oleh eks HTI, itu kan meresahkan masyarakat dan itu merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegasnya.

Karena itu, ia mendorong pemerintah lebih tegas dan segera membuat UU yang mengatur sanksi tegas bagi seluruh aktivitas HIT dn penyebaran ideologi khilafahnya.

“Makanya saya kemarin juga ingin menyampaikan kepada pemerintah pusat, khususnya eksekutif, legislatif, supaya membuat undang-undang yang jelas tentang sanksinya (bagi aktivitas HTI),” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan menyatakan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan organisasi terlarang.

“Organisasi dakwah Hizbut Tahrir Indonesia bukan ormas terlarang menurut hukum,” katanya.

Ia beralasan, bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang menyatakannya HTI sebagai organisasi terlarang.

HTI, katanya, hanya dicabut status badan hukum perkumpulan atau BHP-nya.

Kedua, Chandra mengutip pendapat Prof Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa kegiatan yang dihentikan melalui SK Menteri dan Putusan Pengadilan TUN adalah kegiatan HTI sebagai lembaga perkumpulan HTI.

Bukan penghentian kegiatan dakwah individu anggota dan/atau pengurus HTI.

“Ketiga, ajaran Islam khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang,” tegas advokat yang juga ketua LBH Pelita Umat ini.

Hal itu menurutnya jelas, baik dalam surat keputusan TUN, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP MPRS NO. XXV/1966.

Artinya, kata dia, sebagai ajaran Islam, khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan di tengah-tengah umat.

“Mendakwahkan ajaran Islam khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, di mana hal ini dijamin konstitusi,” jelasnya.

Terakhir, kata Chandra, bahwa apabila ada yang menyatakan “.. ideologi khilafah dan/atau khilafah adalah ideologi…” pernyataan ini dapat dinilai sebagai bentuk permusuhan atau kebencian terhadap ajaran agama Islam.

Hal ini pun dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran pasal 156a KUHP.

Chandra mengingatkan bahwa unsur utama untuk dapat dipidananya Pasal 156a adalah unsur sengaja jahat, untuk memusuhi, membenci dan/atau menodai ajaran agama (malign blasphemies).

“Sedangkan menyatakan terkait khilafah sebagai ideologi kemudian dikampanyekan dan dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan di hadapan dan/atau ditujukan kepada publik, artinya dapat dinilai unsur sengaja, terpenuhi,” tandas Chandra.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: