DEMOKRASI.CO.ID - Bakal pasangan calon (paslon) dari jalur perseorangan, Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo), menjadi satu-satunya pesaing pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Solo. Sebelum Bajo ditetapkan lulus verifikasi faktual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo, Gibran-Teguh diprediksi menjadi calon tunggal sehingga harus melawan kotak kosong.
Pengamat politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Agus Riewanto, mengatakan munculnya Bajo membuat Pilwalkot Solo menjadi lebih kompetitif karena diikuti lebih dari satu pasangan. Akan tetapi, ia menilai, sebenarnya Gibran justru lebih sulit melawan kotak kosong dibandingkan paslon dari jalur independen.
“Menurut saya, kalau dia bertanding dengan kertas kosong jauh lebih berat sebenarnya karena kan harus memenangkan angka mayoritas absolut 50 persen + 1, itu jauh lebih berat,” ujar Agus saat dihubungi Republika, Sabtu (22/8).
Sebab, di atas kertas, Gibran sangat berpeluang menang jika melihat sejarah yang menunjukkan, calon yang diusung PDIP di pilkada Solo tak pernah kalah. Ditambah dengan komposisi koalisi partai pengusung dan hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak masuk dalam barisan pendukung Gibran-Teguh.
Pintu alternatif calon penantang di Pilwalkot Solo dari partai tertutup karena kursi PKS di DPRD setempat tak cukup untuk mengusung paslon. Sementara, jika berkoalisi, partai-partai lain sudah berada di koalisi PDIP.
Bahkan, kata Agus, PDIP sudah meyakini akan memenangkan Pilwakot Solo. Hal itu dilihat dari target pasangan Gibran-Teguh adalah mengantongi perolehan suara di atas 80 persen, bukan lagi menang atau kalah.
“Itu mungkin bisa tercapai ketimbang dengan kotak kosong, karena mengalahkan calon dari perorangan itu jauh lebih mudah,” tutur Agus.
Alasannya, pasangan Bajo bukan calon yang cukup mengakar di masyarakat Solo. Bagjo-Supardjo hanya hadir saat agenda pilkada dan tidak ada rekam jejak keduanya terlibat dalam kegiatan politik, sosial, maupun budaya yang menarik perhatikan masyarakat atau pemilih.
Agus melanjutkan, secara organisatoris, pasangan Bajo juga dianggap tidak memiliki basis massa yang kuat sampai ke barisan bawah. Tidak ada tokoh masyarakat di Solo yang terlihat berada dalam barisan pendukung Bajo.
Sementara relawan pendukung yang loyal sangat sulit diwujudkan dalam waktu yang relatif singkat. Kemudian, pasangan Bajo pun tidak mempunyai tingkat popularitas yang tinggi.
Bagjo-Supardjo pun dianggap tidak memiliki modal sosial, politik, dan ekonomi yang cukup kuat melawan pasangan Gibran-Teguh. Agus mengatakan, Bajo juga tidak termasuk calon yang representatif dari sebagian besar masyarakat Solo.
“Hadirnya calon perorangan itu menurut saya semacam aksesoris saja untuk mengantarkan Gibran menjadi calon kepala daerah dengan target di atas 80 itu,” ucap Agus.
Menurut Agus, meskipun dalam politik apapun tidak mutlak dan bisa berubah, tetapi PDIP sudah mengatur strategi dan memperhitungkan paslon perseorangan Bajo ini. Ia mengatakan, tantangan PDIP atau Gibran-Teguh bukan dari publik, melainkan persoalan internal partainya sendiri.
Sebab, ada permasalahan batalnya kader PDIP yang saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Solo, Achmad Purnomo, mendapatkan rekomendasi partai untuk maju menjadi bakal calon wali kota Solo. Pengurus PDIP di daerah lebih mendukung pasangan Purnomo-Teguh, tetapi elite PDIP lebih memilih merekomendasikan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran di Pilwakot Solo.
Agus menyebutkan, PDIP kini menguji soliditas internal partai dalam mendukung Gibran-Teguh, karena kemenangan sudah mereka yakini dapat diraih. Jika target 80 persen itu terpenuhi, maka PDIP dapat dikatakan solid, begitu pula sebaliknya.
“Pecahan serpihan-serpihan itu tetap ada, artinya enggak juga 100 persen orang PDIP pro juga pada Gibran,” lanjut Agus.
KPU Solo memutuskan bakal calon pasangan perseorangan Bagyo Wahyono-F.X. Supardjo (Bajo) lolos verifikasi faktual. Sehingga, pasangan Bajo berhak mendaftar sebagai peserta pilkada setempat, 4-6 September 2020.