DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan instansi negara sudah tak bisa akal-akalan dengan masyarakat. “Saya kira zaman sekarang menyelesaikannya harus terbuka, ndak bisa akal-akalan karena masyarakat juga sudah pinter,” kata Mahfud di kantornya, Jakarta, Rabu (15/7).
Pernyataan Mahfud ini terkait dengan surat izin perjalanan untuk buronan Djoko Tjandra. Kasus ini sudah diperiksa polisi. Hasilnya, Brigjen Pol Prasetijo Utomo dinyatakan bersalah dalam kasus ‘surat sakti’ untuk buronan Djoko Tjandra. Selain dicopot dari jabatan Karo Koordinasi dan Pengawasan PPNS, Brigjen Prasetijo pun ditahan 14 hari. “Mulai hari ini juga, ditempatkan di tempat khusus selama 14 hari. Jadi ada tempat provos khusus untuk anggota dan sudah disiapkan mulai malam BJ PU ditempatkan tempat khusus di Provos Mabes Polri selama 14 hari,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (15/7).
Divisi Propam Polri tidak menyatakan tidak menutup kemungkinan adanya polisi lainnya dalam kasus tersebut.
“ Propam akan mendalami kira-kira apakah ada keterlibatan pihak lain,” ujar Argo.
“Kalau memang ada, sesuai dengan komitmen Bapak Kapolri, kita akan proses, kita periksa sama perlakuannya. Tentunya kita menggunakan asas praduga tidak bersalah, BJ PU kita minta keterangan selengkap-lengkapnya,” tambah Argo.
Seperti diketahui Djoko Tjandra mendapat surat yang dikeluarkan Biro Koordinasi dan Pengawasan PPN Bareskrim Polri nomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020. Surat tersebut diteken Brigjen Prasetijo Utomo. Dalam surat tersebut Djoko diagendakan berangkat pada 19 Juni ke Pontianak dan pulang 22 Juni 2020. Namun, hingga saat ini Djoko tak diketahui keberadaannya.
Polri lalu melakukan serangkaian pemeriksaan. Hasilnya, Kapolri Jenderal Idham Azis mencopot Brigjen Prasetijo dari jabatannya.
Keterlibatan Prasetijo
Keterlibatan Prasetijo diungkap Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Kemudian Indonesia Police Watch (IPW) membeberkan lebih detail soal "surat jalan" untuk Djoko Tjandra itu.
"Dari data yang diperoleh IPW, Surat Jalan untuk Joko Chandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, tertanggal 18 Juni 2020, yang ditandatangani Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo. "Dalam surat jalan tersebut Joko Chandra disebutkan berangkat ke Pontianak, Kalimantan Barat, pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020," kata Neta S Pane Ketua Presidium IPW dalam keterangan pers.
Yang menjadi pertanyaan IPW apakah mungkin jenderal bintang satu (Brigjen) berani mengeluarkan Surat Jalan untuk Joko Chandra? Lalu siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetijo Utomo untuk memberikan Surat Jalan itu. Apakah ada sebuah persekongkolan jahat untuk melindungi Joko Chandra," kata Neta..
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo turun tangan dan bergerak cepat membentuk tim untuk menelusuri hal itu. Dia lalu memerintahkan Divisi Propam Mabes Polri mengusut tuntas informasi "surat jalan" Djoko Tjandra.
Listyo mengatakan dugaan adanya oknum orang dalam yang disebut bermain dalam kasus ini pun ditelusuri.
"Terkait adanya info itu kita sedang menelusuri keterlibatan oknum-oknum baik yang di Bareskrim maupun tempat lain," ujar Listyo.
Dia menegaskan tidak akan memberi ampun bagi siapa pun yang "bermain" dalam hal ini. Apalagi, menurut Listyo, bila ada jajaran Polri yang terlibat maka dia tak segan memberikan sanksi berat.
"Kita segera akan lakukan tindakan tegas dan ini juga menunjukkan komitmen kita terhadap institusi Polri, kita juga nggak toleran terhadap anggota-anggota atau oknum yang bisa merusak marwah institusi," kata Listyo
"Kita sedang berbenah untuk bisa memberikan pelayanan yang lebih profesional dan membentuk penegak hukum yang bersih, dan dipercaya masyarakat. Terhadap komitmen tersebut, bagi anggota yang tidak bisa mengikuti, silakan untuk mundur dari Bareskrim," ujar Listyo.[tsc]