logo
×

Rabu, 22 Juli 2020

Sudah jadi Negara Menengah Atas, RI Tak Dapat Keringanan Utang dari G20 Meski Tertekan Corona

Sudah jadi Negara Menengah Atas, RI Tak Dapat Keringanan Utang dari G20 Meski Tertekan Corona

DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia tidak lagi mendapat pengurangan pembayaran utang sementara (moratorium) dari negara-negara ekonomi utama di dunia yang tergabung dalam forum G20. Pasalnya, pengurangan hanya berlaku bagi negara berpendapatan rendah (low income country) dan miskin.

Sementara Indonesia saat ini berstatus sebagai negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income). Indonesia baru saja naik kelas ke kategori itu karena tingkat pendapatan masyarakat naik menjadi US$4.050 per kapita per tahun.

"Dengan adanya covid-19, banyak negara terutama low income country yang mengalami lonjakan defisit, sama seperti Indonesia, tapi beda posisinya. Untuk low income country ini mungkin utangnya sudah sangat tinggi dan tidak mampu membiaya lagi," ujar Ani, sapaan akrabnya, saat konferensi pers APBN KiTa, Senin (20/7).

Bendahara negara menjelaskan kebijakan pengurangan pembayaran utang untuk negara berpendapatan rendah dan miskin rencananya diberikan oleh anggota G20, seperti Amerika Serikat, China, Inggris, Australia, Uni Eropa, Jerman, Jepang, dan lainnya.

Selain itu, pengurangan juga akan diberikan oleh lembaga internasional, seperti Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dan lainnya.

"Kalau ada satu negara dapat penangguhan, negara lain juga bisa berikan. Bahkan di G20, tidak hanya kreditur dari negara, tapi juga yang private itu diminta juga ikut tanggung moratorium dari pinjaman negara miskin, itu sedang digodok," jelasnya.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu mengatakan kebijakan pengurangan kewajiban pembayaran utang sementara ini bertujuan untuk membantu negara berpendapatan rendah dan miskin dari tekanan virus corona atau covid-19.

Maklum, pandemi membuat negara harus mengalokasikan dana penanganan dampak virus corona di sektor kesehatan dan ekonomi.

Padahal, banyak negara-negara berpendapatan rendah dan miskin yang memiliki ruang fiskal terbatas. Belum lagi, tagihan kewajiban utang terus ada dari waktu ke waktu.

"Negara-negara ini menanggung beban besar sekali dan selama ini mereka juga tidak naik dari low income country ke middle dan seterusnya. Jadi konsen dunia agar seluruh negara bisa kejar ketertinggalan juga," katanya.

Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan Suminto menambahkan saat ini sudah ada 42 negara yang mengajukan inisiatif agar mendapat penangguhan. Total utang mencapai US$5,3 miliar.

"IMF dan Bank Dunia memberi usul agar penangguhan ini bisa diberikan perpanjangan. Ini akan didiskusikan lagi oleh para kreditur, sehingga memiliki term sheet yang sama," kata Suminto pada kesempatan yang sama.

Sementara, data beberapa lembaga amal dunia seperti Oxfam, Christian Aid, dan Global Justice Now mencatat total kewajiban pembayaran utang mencapai US$33,7 miliar dari 73 negara termiskin di dunia sampai akhir tahun ini.

Usul yang masuk, G20 bisa memberikan pengurangan kewajiban bayar utang sementara sampai 2021 atau 2022. []
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: