DEMOKRASI.CO.ID - Penjelesan Presiden Joko Widodo soal pertemuannya dengan adik buronan kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra, Sangkara Tjandra, di Papua Nugini pada 2015 silam ditunggu banyak pihak.
Salah satuny oleh Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (Ketum DN-PIM) Din Syamsuddin.
Menurut dia, Jokowi perlu menjelaskan pertemuan itu, karena saat ini kasus Djoko Tjandra mencuat kembali dan menjadi polemik dalam beberapa pekan terakhir.
Djoko Tjandra bisa bebas lalu lalang dan beraktivitas di Indonesia tanpa terdeteksi oleh aparat penegak hukum.
"Presiden Jokowi harus hadir, kita menunggu pernyataan Presiden terhadap kasus ini. Kita menunggu penjelasan Presiden Jokowi yang tadi diberitakan pernah bertemu dengan adik Djoko Tjandra yang oleh sebagian ini pasti ada tali temali, Wallahualam," katanya dalam acara Sarasehan Kebangsaan yang mengangkat tema `Balada Joko Tjandra: Puncak Gunung Es Penegakan Hukum Indonesia` yang berlangsung secara daring seperti melansir cnnindonesia.com, Kamis 23 Juli 2020 kemarin.
Menurut dia, kasus Djoko Tjandra menunjukkan kepada publik bahwa masalah besar bagi Indonesia adalah terkait kegagalan dan kebobrokan penegakan hukum.
Din menyebut bahwa permasalahan-permasalahan itu menunjukkan Indonesia menghadapi lingkaran setan, di mana kerusakan struktural terjadi di sejumlah institusi.
"Oleh karena itu, apa yang kita hadapi sebagai lingkaran setan, kerusakan struktural yang tidak hanya di satu institusi yang ada, tapi banyak institusi, sebagaimana kasus ini diisyaratkan melibatkan banyak pihak," tuturnya.
Dia pun meminta agar seluruh permasalahan ini segera diatasi. Din meyakini masih banyak orang baik, bajik, dan bijak di dalam lingkaran yang kini mengalami kerusakan struktural tersebut.
Menurutnya, kerusakan dan kebobrokan dalam penegakan hukum yang meruntuhkan Indonesia tersebut menuntut kemauan politik atau political will yang disertai tingkah laku politik.
Dia mengaku setuju dengan teori yang menyatakan bahwa `ikan membusuk dari kepala`. Berangkat dari itu, lanjutnya, Indonesia membutuhkan perbaikan mendasar yang harus dimulai dari atas.
Tanpa perbaikan dari atas yang didukung oleh sejumlah pemangku kepentingan, menurutnya, maka berpotensi memunculkan desakan perubahan dari masyarakat.
"Sebaliknya kalau tidak ada upaya dari atas dan kemudian pemangku tanggung jawab amanat DPR, Polri, TNI, kejaksaan, dan lembaga lain tidak hanya di bidang penegakan hukum termasuk juga kabinet ini yang sering dalam banyak sejarah bangsa kemudian mendesak perubahan dari bawah," ujarnya.
Sebelumnya, Pertemuan antara Jokowi dengan Sangkara Tjandra sempat disinggung anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan Direktur Jenderal Imigrasi Kemkumham Jhoni Ginting, Senin (13/7).
Ia meminta agar Jokowi segera angkat bicara seputar polemik kepulangan Djoko ini. Menurutnya, pernyataan itu dibutuhkan karena Jokowi pernah bertemu dengan adik Djoko Tjandra beberapa tahun silam.
"Saya mohon Jokowi sebaiknya beri penjelasan terbuka kepada publik hal ihwal soal Djoko Tjandra. Apalagi, pemberitaan Tempo, beberapa tahun lalu, adik Djoko ini hadir dalam jamuan makan malam dengan Presiden, fotonya ada," kata Benny kala itu.
Pada 2015, Menko Polhukam saat itu, Tedjo Edhy Purdijatno yang juga ikut dalam rombongan Presiden Jokowi ke Papua Nugini menyatakan tak mengenal adik Djoko Tjandra dalam pertemuan kala itu.
"Saya kebetulan ikut ke sana. Saya duduk satu deret dengan Presiden. Waktu itu masyarakat Indonesia bersalaman dengan Beliau. Saya sendiri enggak tahu itu. Malah saya diberitahu wartawan. Djoko Tjandra yang mana juga saya tidak tahu. Yang mengundang (mereka) bukan kami, mungkin diundang Papua Nugini. Tak direncanakan bertemu," ujarnya.[ljs]