DEMOKRASI.CO.ID - Sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) dan organisasi yang sudah banyak makan asam garam di dunia pendidikan negeri ini mulai kompak menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud.
Setelah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), kini giliran Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang memutuskan mundur.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu pun bereraksi. Dia meminta agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim segera sadar dengan kesalahan yang dilakukan. Kesadaran itu penting untuk masa depan pendidikan bangsa.
“Pak Menteri Nadiem Makarim, saya berharap anda segera sadar agar generasi bangsa ini selamat dari kehancuran,” ujarnya dalam akun Twitter pribadi, Jumat (24/7).
Adapun keputusan PGRI mundur didasarkan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) bersama pengurus PGRI Provinsi seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi (PKO), Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan (BPPSP) PGRI yang dilaksanakan, Kamis (23/7).
"Memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud," ujar Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi dalam keterangannya yang diterima redaksi, Jumat (24/7).
Unifah menuturkan, mulanya PGRI menyambut baik Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penguatan guru dan kepala sekolah. Bahkan, PGRI telah mengajukan proposal untuk mengikuti serangkaian seleksi yang sangat ketat.
"Kami dengan sungguh-sungguh menyampaikan berbagai dokumen dan track record kami dalam memajukan pendidikan utamanya melalui program peningkatan kompetensi guru dan tenaga pendidikan," tuturnya.
Namun dalam perjalanan waktu, POP Kemendikbud ini justru semakin menunjukkan ketidakjelasannya. Terutama mengenai aspek akuntabilitas dan transparansi penetapan peserta POP Kemendikbud.
"Kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas," sesalnya.
"PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development)," imbuh Hanifa menambahkan.
Muhammadiyah dan NU sudah lebih awal menyatakan sikap tegas mundur dari POP Kemendikbud. Kedua ormas Islam terbesar di Indonesia ini menilai POP Kemendikbud tidak jelas dan terkesan hanya formalitas belaka. []