DEMOKRASI.CO.ID - RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang sudah disepakati Badan Legislasi (Baleg) DPR batal dibawa ke paripurna. Partai NasDem pun kecewa.
"Memang itu yang saya cukup kecewa tadi. Karena memang posisi waktu di pleno Baleg memang ada fraksi yang menolak, tapi kan mayoritas menerima itu sebagai sebuah keputusan Baleg untuk dilanjutkan ke paripurna," kata Anggota Fraksi NasDem yang juga Ketua Panja RUU Perlindungan PRT, Willy Aditya kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).
RUU Perlindungan PRT telah disepakati menjadi usulan Baleg dalam rapat pada Rabu (1/7) lalu dan akan dibawa ke paripurna untuk menjadi RUU inisiatif DPR. Saat itu, ada 7 fraksi menyetujui RUU Perlindungan PRT dengan sejumlah catatan, Fraksi Partai Golkar memberikan catatan dan menyerahkan keputusan kepada forum, sementara Fraksi PDIP meminta penundaan RUU Perlindungan PRT.
Namun, pada rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada Rabu (15/7) kemarin, surat dari Baleg terkait RUU itu rupanya tak masuk dalam agenda dengan alasan administratif. RUU itu pun batal dibawa ke paripurna.
Willy mengatakan dirinya kecewa karena menurutnya RUU Perlindungan PRT bisa menjadi 'penawar' di tengah penolakan masyarakat terhadap RUU lain yang tengah dibahas di DPR. Willy mengatakan seharusnya DPR berpihak kepada kelompok yang rentan.
"Ini kan menjadi sebenarnya obat penawar ya. Di tengah banyaknya komplain terhadap DPR dari berbagai macam ekspresi undang-undang yang dilahirkan, ini merupakan salah satu undang-undang yang populis. Tentu politik itu kan substansinya keberpihakan, berpihak kepada kelompok masyarakat yang rentan, golongan masyarakat yang lemah, tentu mereka butuh perlindungan, butuh kepastian hukum. Maka kemudian political will DPR untuk mengesahkan undang-undang ini, itu di sana," ujar Willy.
Menurut Willy, RUU Perlindungan PRT tidak hanya melindungi pekerja rumah tangga di dalam negeri, tetapi juga pekerja di luar negeri. Willy juga kecewa lantaran ada sejumlah pihak yang justru menolak RUU ini karena dianggap aka nada formalisasi sektor rumah tangga.
"Dan ini ketika kita punya legal standing ini tidak hanya pekerja rumah tangga di dalam negeri yang mendapatkan bonafit, tapi harga diri kita sebagai bangsa di luar negeri, karena 5 juta domestic workers, migrant workers kita itu bekerja di sektor domestik, itu akan mendapatkan perlindungan dan pengakuan. Itu yang kemudian membuat saya kecewa," ungkap Willy.
"Kekecewaan kedua adalah penolakan atau keberatan dari beberapa yang lain itu karena tidak membaca dengan seksama RUU ini, karena RUU Perlindungan PRT ini seperti momok gitu lho, mereka takut terjadinya formalisasi sektor rumah tangga, padahal tidak. Itu seperti momok yang tidak berbasis," imbuhnya.(dtk)