DEMOKRASI.CO.ID - RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) ditolak berbagai kalangan. Terutama kalangan agamawan yang khawatir bila diundang, RUU itu akan menjadi pintu masuk bagi komunisme dan PKI.
DPR menyetujui penolakan itu dan membatalkan pembahasan RUU yang diajukan PDI Perjuangan itu. Di saat bersamaan, DPR menerima RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang diusulkan pemerintah.
Tidak dapat dihindarkan kesan bahwa RUU BPIP ini hanya sekadar menggantikan RUU HIP. Sebagai langkah kompromi, keberatan kelompok penenantang RUU HIP diakomodasi di RUU BPIP.
Tap MPRS XXV/MPRS/1966 yang melarang ideologi komunisme dimasukkan sebagai pertimbangan dalam RUU ini. Lalu, istilah Trisila dan Ekasila yang ada di RUU HIP tidak dicantumkan di dalam RUU BPIP.
Skenario membatalkan RUU HIP dan menerima RUU BPIP ini di sisi lain menimbulkan persoalan baru.
Menurut Pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, RUU BPIP ini adalah langkah abal-abal yang menabrak tata cara penyusunan undang-undang.
Menurut putri Bung Karno ini, RUU BPIP adalah pesanan politik khusus untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi BPIP yang didirikan Presiden Joko Widodo melalui Penetapan Presiden 7/2018.
“Seharusnya UU disusun, baru kemudian lembaga dibentuk sebagai pelaksanaan dari UU,” ujar Rachma.
Dia mencontohkan apa yang dilakukan Presiden SBY di masa lalu saat hendak membentuk Dewan Pertimbangan Presiden. Pemerintah lebih dahulu mengusulkan RUU. Setelah RUU disahkan menjadi UU, baru kemudian lembaga Wantimpres dibentuk.
“Jadi RUU BPIP ini abal-abal dan menabrak tata cara,” ujarnya.
Rachma juga mengingatkan, bahwa proses pembentukan UU diatur dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Mekanisme pengajuan dan pembahasan RUU bisa dilihat di dalam Pasal 16 sampai 23, Pasal 43 sampai 51 dan Pasal 65 sampai 74.
Berdasar ketentuan tersebut proses pembentukan sebuah undang-undang dilakukan dalam enam tahap awal.
Pertama, sebuah RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD. Kedua, RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait. Ketiga, RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun.
Selanjutnya, keempat, RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu.
Kelima, Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk dan membagikan ke seluruh anggota dewan dalam sebuah rapat paripurna.
Terakhir, keenam, di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU disetujui, disetujui dengan perubahan atau ditolak untuk pembahasan lebih. []