DEMOKRASI.CO.ID - Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mendesak Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto membuktikan klaim Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo.
Seperti diketahui, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo sekaligus adik dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengklaim mark up 1.000 persen proyek di Kementerian Pertahanan terjadi jauh sebelum sang kakak diberi mandat oleh Presiden Jokowi.
Kata Fahmi, pembuktian terbalik Pembuktian terbaik, kata Fahmi, adalah dengan pemberian sanksi kepada siapapun di Kemenhan yang ditengarai terlibat.
"Menurut saya, pembuktian terbaik ya Menhan memberi sanksi dan mendorong penegakan hukum bagi yang diduga terlibat," ujarnya seperti melansir cnnindonesia.com, Minggu 19 Juli 2020.
Bukan hanya penegakan hukum, dia juga meminta agar Kemenhan lebih transparan terkait pernyataan Hashim yang tentu tak bisa ditelan mentah-mentah. Meskipun, memang, dugaan kasus mark up proyek di Kemenhan bukan barang baru.
"Ya tengarai kebocoran anggaran di Kemenhan bukan barang baru. Meski dalam konteks pernyataan Pak Hashim, isu mark-up proyek sampai 1.000 persen ini belum didukung bukti dan belum ada klarifikasi dari Kemenhan sendiri," ujarnya.
Disisi lain, Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Djoko Purwanto mengaku belum mengetahui informasi sol mark up proyek yang diklaim Hashim.
Djoko menyebut baru akan menindaklanjuti apa yang sudah disampaikan Hashim. "Itu kan Pak Hashim yang menyampaikan, tapi dari kami belom monitor berita itu. Nanti saya pelajari dulu," kata Djoko.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo sekaligus adik dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengklaim mark up 1.000 persen proyek di Kementerian Pertahanan terjadi jauh sebelum sang kakak diberi mandat oleh Presiden Jokowi.
Hashim mengatakan mark up proyek besar-besaran tersebut sempat diceritakan Prabowo kepada dirinya.
Malah, kata Hashim, Prabowo telah membatalkan sejumlah proyek senilai lebih dari US$50 juta karena mengetahui nilai sebenarnya tidak lebih dari US$5 juta.
Tanpa menyebut proyek-proyeknya, Hashim mengatakan anggaran itu kemudian dikembalikan Kemenhan ke Kementerian Keuangan.(ljs)