DEMOKRASI.CO.ID - Kemungkinan reshuffle kabinet yang diungkapkan Presiden Joko Widodo dinilai sebagaian kalangan sebagai tanda kegagalan presiden dalam merekrut orang-orang terbaik untuk jadi pembantu-pembantunya.
Pengamat Politik Universitas Telkom yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai pandangan tersebut tak bisa sepenuhnya dipungkiri.
“Ada benarnya, mereka yang terpilih lebih pada soal telah memenangkan Jokowi dibanding karena kapasitas,” katanya saat diwawancara Kantor Berita RMOLJabar, Kamis (2/7).
Dedi berpandangan, reshuffle juga menajadi bukti Joko Widodo gagal mengatur ritme kerja para menteri, sehingga visi misi presiden tidak terimplementasi dengan baik.
“Justru beberapa berupaya untuk membangun panggungnya sendiri,” ujarnya.
Lebih lanjut Dedi menuturkan, situasi ini mengharuskan presiden melakukan reshuffle meski berdampak buruk bagi tata kelola pemerintahannya.
“Jika kinerja kabinet tidak dapat diandalkan, maka tidak ada pilihan lain untuk kepala negara melakukan perombakan kabinet,” cetusnya.
“Sekarang, presiden harus berhasil bebas dari lingkungan yang tidak produktif, tidak perlu ada dikotomi Parpol nonparpol di kabinet, siapapun yang miliki kapasitas, layak dipertimbangkan,” lanjut Dedi.
Lebih jauh Dedi menjelaskan, dilihat dari kemarahan Presiden Jokowi belum lama ini, sudah cukup terlihat posisi mana yang tidak aman dan dimungkinkan dilakukan perombakan.
“Soal menteri mana, mengarah pada statemen Jokowi lebih layak mereka yang berada di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, juga hukum,” tandasnya. (Rmol)