logo
×

Kamis, 16 Juli 2020

Pendapatan Masyarakat Amblas, Pengamat: Sembako Tidak Bisa Ngerem Laju Kemiskinan

Pendapatan Masyarakat Amblas, Pengamat: Sembako Tidak Bisa Ngerem Laju Kemiskinan

DEMOKRASI.CO.ID - Laporan Badan Pusat Statistik per Rabu kemarin (15/7) mencatat tingkat pengeluaran penduduk berdasarkan gini rasio mengalami kenaikan 0,381 hingga bulan Maret 2020.

Otomatis data tersebut memberikan gambaran bahwa pendapatan masyarakat amblas di awal masa pandemik virus corona baru (Covid-19).

Apa yang disampaikan BPS terkait kondisi ekonomi masyarakat inilah yang akhirnya dikomentari oleh Direktur Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf.

Menurutnya, perolehan gini rasio bulan Maret itu masih berpotensi naik dalam kurun waktu 3 bulan sejak bulan April hingga Juni 2020.

Karena, jika gini rasio sekarang ini diumumkan 0,381, maka jumlah orang miskin naik ke 26,42 juta jiwa atau sekitar 9,78 persen dari total populasi di Indonesia.

"April-Juni pasti lebih lebar kesenjangan. Juga orang miskin nambah. Bisa dilihat dari kenaikan ini (gini rasio)," ungkap Gde Siriana saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (16/7).

Perolehan ini pun, lanjut Gde Siriana, secara tidak langsung juga menunjukkan bantuan sosial (Bansos) yang diberikan pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi perekonomian rakyat, khususnya dalam kondisi yang krisis akibat pandemik corona.

"Sembako tidak mampu untuk ngerem pertambahan orang miskin dan gini rasio. Sembako tidak efektif. Orang perlu uang tunai," ungkapnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar pemerintah berlaku realistis dalam menghadapi gejolak perekonomian saat ini. Alih-alih Gde Siriana meminta Presiden Joko Widodo untuk melakukan efisiensi anggaran yang begitu ketat.

Sebagai contoh, pemerintah bisa mulai memotong gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga bahkan gaji pejabat kabinet untuk bisa memberikan tunjangan kepada masyarakat yang terdampak secara ekonomi selama krisis corona.

Swasta ada efisiensi dengan dirumahkan, potong gaji, atau pensiun dini, atau PHK jika terpaksa. Tapi PNS tidak ada potongan gaji. Jadi pemerintah sendiri tidak lakukan efisiensi. Jangan hanya swasta yang menanggung beban berat," tegasnya.

"Jadi wajar jika sense of crisis di pemerintahan tidak sekental di swasta. Sense crisis ini harus ada di pemerintahan agar kebijakannya cepat dan tepat. Kalau perlu gaji kabinet presiden wakil juga dipotong. Juga lembaga-lembaga lainnya," pungkas Gde Siriana. (Rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: