DEMOKRASI.CO.ID - Pembubaran 18 lembaga negara yang akan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo diharapkan tidak hanya untuk melakukan penghematan anggaran, melainkan berdasarkan pertimbangan peran dan fungsi.
Begitu kata pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/7).
"Tetapi harus berdasarkan perhitungan peran dan fungsinya yang tak lagi optimal atau telah dapat tergantikan oleh lembaga atau organisasi lainnya yang telah ada dan lebih efektif dan efisien melaksanakan fungsinya," ujarnya.
Jika pembubaran lembaga negara hanya bersifat penghematan anggaran, maka akan mencoreng nama Presiden Jokowi sendiri. Sebab, di sekitarnya banyak lembaga yang hanya membuat boros anggaran.
"Karena banyak juga lembaga-lembaga di sekitar presiden kalau boleh jujur juga mengakibatkan pembengkakan anggaran negara," kata Saiful.
Lembaga di sekitar Jokowi yang menyebabkan pembengkakan anggaran negara itu di antaranya, Kantor Staf Presiden, Stafsus Millenial, dan Badan Ideologi Pembina Pancasila (BPIP).
“Itu semua kan mestinya sudah cukup dengan adanya Setneg dan Setkab, adanya justru dapat inefisiensi anggaran negara," jelasnya.
Khusus untuk BPIP, Saiful menilai bahwa peran tersebut bisa digantikan oleh MPR, Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Menteri Koordinator Bidang Politik dan Hukum (Menkopolhukam) maupun Menko PMK.
"Maka menurut saya kalau ingin pembubaran lembaga-lembaga negara harus dimulai dari istana dan arahkan karena fungsinya sudah dapat digantikan oleh lembaga lainnya," pungkas Saiful.[rmol]