DEMOKRASI.CO.ID - Santer beredar kabar banjir bandang di Masamba, Luwu Utara, yang merenggut puluhan nyawa dipicu pembukaan lahan. Bupati Luwu Utara (Lutra) Indah Putri Indriani menjelaskan duduk perkaranya.
Pandangan terjadinya longsor akibat pembukaan lahan di wilayah hulu tersebut salah satunya dipaparkan Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Prof. Dr.Eng. Ir. Adi Maulana, ST.M.Phil dalam catatannya berjudul 'Duka Untuk Masamba' seperti yang diterima detikcom, pada Rabu 15 Juli 2020.
Guru Besar Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin ini menjelaskan, terdapat setidaknya 3 sungai besar dan beberapa sungai kecil yang mengalir memotong daerah Masamba dari utara ke selatan. Sungai-sungai ini terbentuk oleh akibat patahan-patahan atau sesar sekitar Pliosen atau 2 juta tahun yang lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:
Jusuf Kalla Kirim 'Tank' ke Lokasi Banjir Bandang di Luwu Utara
Patahan-patahan ini terjadi akibat proses tektonik pembentukan Pulau Sulawesi, dan seiring waktu patahan-patahan tersebut membentuk aliran sungai.
"Di daerah hulu, proses pelapukan sangat intens terjadi. Hal ini dibuktikan dengan tebalnya soil atau tanah tutupan yang mencapai 5-7 km. Hasil penelitian yang dilakukan oleh UNHAS menemukan ketebalan soil bisa mencapai 8 meter dititik tertentu," jelasnya.
"Banyaknya aktifitas pembukaan lahan-lahan untuk perkebunan dan permukiman yang tidak terkontrol di wilayah pegunungan atau hulu sungai menyebabkan terjadinya proses erosi yang sangat signifikan, dan akibatnya terjadi proses sedimentasi pada sungai yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan kondisi sungai secara umum terganggu," lanjutnya.
Atas pandangan tersebut, Bupati Luwu Utara (Lutra) Indah Putri Indriani tegas menepisnya.
"Berdasarkan laporan dari KPH (Kesatuan Pengelola Hutan) Sungai Rongkong dan Dinas Lingkungan Hidup itu memang ditemukan ada dua gunung yang ditemukan longsor," ujar Indah dalam keterangannya yang diterima detikcom, Jumat (17/7/2020).
"Gunung Lero kemudian materialnya itu turun ke Sungai Radda, kemudian Gunung Magandang itu yang materialnya ke Sungai Masamba," kata Indah.Gunung yang dimaksud ialah kawasan perbukitan di wilayah Lero dan Gunung Magandang. Longsor di wilayah tersebut menjadi sebab banjir di wilayah Kota Masamba dan kecamatan lainnya khususnya Desa Radda.
Meski ada terjadi longsor di wilayah hulu, Indah memastikan tidak ada izin dari Pemkab Lutra untuk pembukaan lahan di wilayah tersebut.
"Jadi di atas tidak ada sama sekali pembukaan lahan sebagaimana informasi yang beredar selama ini, bahwa ada bangunan, ada izin tambang. Kami bisa pastikan bahwa tidak ada izin perkebunan dan tambang di wilayah hulu sungai ini (Sungai Masamba dan Sungai Radda)," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan banjir itu.
"Hasil analisis sementara Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat dua faktor penyebab banjir bandang Luwu Utara, yakni alam dan manusia," kata Raditya dalam keterangannya, Jumat (17/7/2020)
Raditya Jati menjelaskan salah satunya faktor cuaca. Curah hujan dengan intensitas tinggi di daerah aliran sungai (DAS) Balease menjadi salah satu pemicu banjir bandang tersebut.
Masamba Luwu Utara yang Tewaskan 30 Jiwa
Termonitor curah hujan lebih dari 100 mm per hari serta kemiringan lereng di bagian hulu DAS Balease sangat curam. Desa Balebo yang dilewati DAS ini berada pada kemiringan lebih dari 45 persen.
"Selain faktor cuaca, kondisi tanah berkontribusi terhadap terjadinya luncuran material air dan lumpur. Jenis tanah distropeptsatau inceptisols memiliki karakteristik tanah dan batuan di lereng yang curam mudah longsor, yang selanjutnya membentuk bending alami atau tidak stabil. Kondisi ini mudah jebol apabila ada akumulasi debit air tinggi," papar Raditya.
Lebih lanjut, dia menuturkan faktor alam yang terakhir bahwa daerah tangkapan air (DTA) banjir di Desa Balebo, Kecamatan Masamba, berada pada kategori banjir limpasan tinggi sampai ekstrem. Sedangkan DTA banjir di Desa Radda, Kecamatan Baebunta, dan Desa Malangke, Kecamatan Malangke, sebagian besar berada pada kategori banjir genangan tinggi.
"Sedangkan faktor manusia, terpantau di lokasi adanya pembukaan lahan di daerah hulu DAS Balease dan penggunaan lahan massif perkebunan kelapa sawit. Terkait dengan pembukaan lahan ini, salah satu rekomendasi dari KLHK, yakni pemulihan lahan terbuka di daerah hulu," ujar Raditya. []