DEMOKRASI.CO.ID - Pemprov DKI Jakarta melarang penggunaan kantong plastik seklai pakai di mal hingga pasar. Larangan itu mulai diberlakukan pada 1 Juli 2020 mendatang.
Meski Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai larangan pemakaian plastik sekali pakai atau kantong kresek telah berlaku, masih banyak pedagang yang melanggar aturan. Apa penyebabnya?
Salah satunya, pedangan di Pasar Tebet Barat masih ada yang belum menerapkan kebijakan yang resmi berlaku 1 Juli 2020 tersebut. Meski sudah sempat adanya sosialisasi kepada para pedagang di Pasar Tebet Barat ini, namun masih banyak juga yang tidak mengikuti anjuran dan peraturan yang berlaku tersebut.
Saat mendatangi beberapa gerai dan toko yang ada di Pasar Tebet Barat hari ini, terlihat masih banyak pedagang yang tidak mengikuti aturan yang berlaku. Masih adanya pemberian plastik sekali pakai secara cuma-cuma saat hendak membeli barang yang dijualkan menunjukkan kebijakan tersebut belum efektif.
Dari beberapa pedagang yang diwawancarai, mereka menyatakan hal yang hampir serupa. Adanya sosialisasi dari atas kepada pedagang namun hal tersebut belum juga diterapkan per Rabu kemarin.
"Nggak mungkinkan kita nyediain paper bag setiap orang belanja, kan karena gede modalnya. Jadi ya kembali ke kantong plastik lagi yang lebih murah lebih irit," ujar Risna, salah seorang pedagang aksesori, saat ditemui Rabu (1/7/2020) di Pasar Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan.
Sama halnya dengan Ibu Suwini, pedagang jus di Pasar Tebet Barat, yang masih menggunakan kantong plastik. "Sudah sempat dilarang pakai kantong plastik tapi belum, belum apa ya diterapin," ujarnya.
Menurut Pak Sugih, pembeli di pasar tersebut mengenai larangan menggunakan plastik sekali pakai ini masih terlalu abu-abu.
"Perasaannya gimana ya, ya serba bingung jadinya. Kira-kira memang kalau dilihat dari dampaknya, waduh bahaya sekali. Cuman untuk sebagai yang membutuhkan plastik itu, untuk cari pengganti alternatifnya itu jenis apa, sulit sekali kayanya itu. Karena memang plastik itu dari kekuatan dan segala paling praktislah," ujarnya.
Atas fenomena itu, sejumlah kalangan angkat bicara. Mereka menyoroti lemahnya sosialisasi larangan kantong plastik.
Sedangkan Direktur Usaha dan Pengembangan Perumda (PD) Pasar Jaya Anugerah Esa mengaku, pihaknya telah melakukan sosialisasi ke pasar-pasar. Menurutnya, sosialisasi tentang penggunaan kantong ramah lingkungan sudah disampaikan sejak tahun lalu.
"Sosialisasi dan surat edaran sudah kita lakukan dari tahun lalu," ujar Esa saat dihubungi, Rabu (1/7/2020).
Berikut penyebab yang Bikin pedagang pasar belum move on dari kantong kresek:
IKAPI: Sosialisasi Kurang, Solusi Tak Ada
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) pun menilai sosialisasi larangan itu masih kurang.
"Ya faktanya para pedagang sampai detik ini masih banyak yang belum aware, belum tahu, artinya memang sosialisasi sudah dijalankan tapi belum maksimal. Sosialisasi dan komunikasi dengan para pedagang kurang efektif," ujar Ketua Umum IKAPI Abdullah Mansuri saat dihubungi, Kamis (2/7/2020).
Abdullah juga menilai tidak adanya solusi dari Pemprov DKI Jakarta atas Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan. Menurutnya, seharusnya Pemprov DKI juga memberikan alternatif lain selain kantong plastik.
"Ini pembuat kebijakan tidak memikirkan pengganti tidak mengganti alternatif solusinya, kalau tas belanjaan kain yang bisa dipakai berulang-ulang, ya oke untuk jenis belanjaan yang besar. Tapi untuk belanjaan yang kecil bagaimana? Seperti belanjaan yang basah gimana? Seperti ikan, ayam bagaimana? Yang kecil-kecil bawang, cabai, nah ini harus ada masukan juga ada solusi," tuturnya.
Ketua Komisi B DPRD DKI: Pikirkan Alternatifnya
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz. Aziz menilai sosialisasi penggunaan kantong ramah lingkungan masih kurang.
"Memang saya melihat sosialisasinya masih kurang," kata Aziz.
Kedua, menurut dia, Pemprov DKI Jakarta harus memikirkan alternatifnya.
"Misalnya plastik dilarang, bolehnya pakai kertas misalnya. Ini bisa nggak untuk menampung menampung cairan misalnya, di sisi lain ada teknologi-teknologi maju menciptakan bahan alternatif plastik ramah lingkungan, dari rumput laut, macem-macem lah," ujar Aziz.
Walhi: Pengawasan dan Sosialisasi Lemah
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai Pemprov DKI lemah dalam pengawasan dan sosialisasi terkait larangan ini.
"Harusnya pemprov sudah lakukan pengawasan bahkan sebelum (penerapan aturan), kalau masih ada upaya (pemakaian kantong plastik) gitu harusnya tidak lama-lama harusnya Pemprov perkuat pengawasan kalau masih ada hal seperti itu," kata Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, saat dihubungi, pada Rabu (1/7/2020).
"Kalau masih ada ya memang mau tidak mau harus dikatakan ya ada sosialisai dan pengawasan yang masih lemah, karena faktanya masih ada gitu," sambungnya.
Tubagus mengatakan seharusnya Pemprov sudah harus mulai melakukan tindakan tegas jika masih ada pihak pedagang atau pelaku usaha masih menggunakan kantong plastik. Menurutnya sanksi teguran hingga denda harus mulai diterapkan.
"Ya harusnya memang itu bisa diberlakukan tindak langsung, ada konsekuensi dari Pergub ini, pertama teguran, kedua jika teguran tidak diindahkan oleh pelaku usaha maka bisa ditindak denda gitu. Tidak ada alasan lagi para toko modern, pusat perbelanjaan dan lain-lain," ucapnya.
Kemudian Walhi juga meminta masyarakat untuk berhenti menggunakan kantong plastik. Dia menyampaikan ada banyak bahan lain yang bisa dijadikan kantong plastik seperti kaos bekas, anyaman bambu, dan sebagainya.
"Apapun yang dimiliki oleh warga itu bisa dijadikan kantong, harus diubah persepsi kantong itu bahwa apapun bisa jadi wadah itu, ini harus beraneka ragam, misal anyaman dulu kan sering kita gunakan kantong dengan anyaman, atau baju bekas bisa dikreasikan jadi kantong," ujarnya.
"Jadi nanti kita akan ada program pengawasan berjalannya. Tetapi memang ini kan baru hari pertama. Intinya sesuai dengan peraturan gubernur 142 akan dilakukan pengawasan yang terkoordinasi antara dinas lingkungan hidup kemudian Satpol PP dan juga Dinas KUKM dan di situ nanti kita akan punya program pengawasan bersama secara berkala, tentu mengingat cakupannya cukup luas jadi kalau melihat jumlahnya saja ini sudah sampai ribuan toko swalayan di Jakarta itu ada 2 ribu lebih," jelasnya.(dtk)