DEMOKRASI.CO.ID - Perdebatan mengenai pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Solo terus menyedot perhatian publik.
Masalah netralitas hingga dinasti politik dipergunjingkan masyarkat seiring pemberian rekomendasi PDI Perjuangan pada Gibran.
Dewan Pakar PKPI Teddy Gusnaidi langsung memberi pembelaan. Tegas dia menyebut bahwa apa yang dilakukan Gibran bukan dinasti politik. Ini lantaran ayah Jan Ethes itu tidak melanggar aturan apapun di negeri ini.
Prosesnya, sambung Teddy, juga tidak masuk kategori dinasti politik.
“Dinasti politik itu seperti kerajaan inggris, turun temurun memiliki kekuasaan tanpa ada pemilihan. Charles bisa jadi pangeran Inggris tanpa pemilihan. Gibran tidak akan bisa menjadi kepala daerah jika dia tidak mengikuti pemilihan dan tidak dipilih rakyat,” urainya dalam akun Twitter pribadinya beberapa waktu lalu.
Kepala Badan Komunikasi dan Strategi DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan buru-buru menyambar pernyataan ini. Dia menilai apa yang disampaikan Teddy sangat bagus.
“Narasi dari pendukung Jokowi. Pemilihan katanya bagus. Logikanya juga relatif benar,” ujarnya dalam akun Twitter pribadi, Senin (20/7).
Hanya saja, dia melihat ada standar ganda dalam pernyataan itu. Sebab, pernyataan tersebut seolah hanya ditujukan pada anak dan keluarga Presiden Joko Widodo. Sementara di satu sisi, tidak berlaku bagi anak dan keluarga Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Padahal perbedaan mendasar adalah anak SBY maju pilkada saat SBY tak lagi berkuasa,” tegasnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa pihaknya menghargai keputusan Gibran maju sebagai calon kepala daerah. Secara hukum, langkah Gibran dibenarkan, tapi ada masalah etika yang kurang tepat.
“Scr legal, ini dibenarkan. Namun ini terkait juga dengan “etika” karena ayahnya jabat presiden. Ini yang masih “dispute”. Wajar ada yang berpendapat akan terjadi conflict of interest. Biarlah rakyat yang menilai karena etika bisa dimaknai berbeda-beda,” tutupnya.(rmol)