DEMOKRASI.CO.ID - Pembelaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi Covid-19 dinilai hanya relevan di daerah tertentu saja. Sementara, beberapa wilayah seperti Papua memiliki banyak kendala, karena listrik maupun jaringan internet belum merata.
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Porvinsi Papua, Christian Sohilait, membeberkan, banyak kendala dalam menerapkan pembelajaran jarak jauh di Papua. Maka itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, harus mendengar langsung keluhan dan kendala di daerah.
“Saya usul Mendikbud satu waktu buka ruang untuk kami, seluruk Disdik untuk komunikasi langsung. Jann kasih ke Dirjen, sehingga infonya kita tidak tau sampai atau tidak. Memang susah ini birokrasi, karena itu kita stres dengan kondisi ini. Sudah refocussing dana pendidikannya tidak ada, terus kita harus berjuang menyelamatkan anak-anak 600 ribu orang dengan 18 guru di Papua,” uja Christian dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (21/7).
Pembelajaran di Papua dilakukan dengan dua metode, yakni melalui Internet atau daring dan liar jaringan atau tatap muka. Namun pembelajaran daring hanya mampu diikuti 46 persen siswa di Papua.
Christian mengaku sudah beberapa kali menyampaikan hal tersebut ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Kebetulan saya di Jakarta, saya berikan ke Kemendikbud langsung data sinyal yang mereka minta. Langsung data titik koordinatnya agar mudah dipantau. Tapi memang jaringan masih terus bermasalah,” ucap dia.
Pada tahun ajaran baru ini, terdapat 17 Kabupaten/Kota yang berada di zona hijau. Namun Christian belum mau membuka sekolah karena mendapati sejumlah kasus di daerah itu.
Christian masih menginstruksikan sekolah untuk PJJ hingga 31 Juli. Jika ada sekolah yang ingin tatap muka, maka harus melakukan persiapan secara matang agar sekolah tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. (*)