DEMOKRASI.CO.ID - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menantang Presiden Joko Widodo untuk mencabut status WNI Djoko Tjandra. Hal ini dianggap penting untuk menghilangkan isu-isu bahwa Djoko sudah bertemu Presiden Jokowi di Papua Nugini.
“ Nah, yang berhak mencabut adalah Menkumham dengan ditandatangani Presiden. Sebaliknya, jika tidak dicabut, ada sesuatu yang lain dan menjadi pertanyaan,” kata Boyamin dalam sarasehan kebangsaan virtual bertajuk “Balada Djoko Tjandra:Puncak Gunung Es Penegakan Hukum Indonesia” Kamis (23/7).
Di sisi lain, jika status kewarganegaraan Indonesia Djoko Tjandra belum dicabut, maka buronan Kejaksaan Agung itu bisa membuat dokumen seperti KTP elektronik, paspor dan pengajuan red notice.
Akan lebih fatal lagi, tambah Boyamin, selama kewarganegaraan belum dicabut, Djoko Tjandra, masih bisa berbisnis kemana-mana di Indonesia.
Teranyar, Djoko melakukan bisnis mengenai Hotel Mulya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan harga diduga hampir Rp 450 miliar. Ia menilai Djoko pulang ke Indonesia dengan mengurus EKTP adalah kamuflase.
“Justru dia melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa terhadap perusahaan-perusahaannya, dan ini diduga hanya memindahkan ke rekan atau afiliasinya dia. Ini diduga cuci uang,” ujarnya.
Untuk itu, Boyamin menyarankan, Jokowi segera melakukan komunikasi dengan Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin terkait pemulangan Djoko Tjandra yang diduga berada di Malaysia.
“Nah, pada saat itu berarti Djoko Tjandra dekat dengan kekuasaan (PM Malaysia), kemudian diduga ke Indonesia untuk jual beli saham. Saya minta harta-hartanya untuk dibekukan dan ditelisik, apakah ada dugaan pencucian uang, jika ada maka dapat dijerat,” demikian Boyamin. []