DEMOKRASI.CO.ID - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) akhirnya resmi melaporkan Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Korpolkam), Azis Syamsuddin, ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Selasa siang (21/7).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan, Azis Syamsuddin diduga melakukan pelanggaran kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR RI Nomor 1/2015. Selaku Pimpinan DPR, Azis Syamsuddin tidak mengizinkan Komisi III DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Ditjen Imigrasi KemenkumHam terkait sengkarut lolosnya buronan Kejagung, Djoko Tjandra.
"Dengan tidak diizinkannya RDP Komisi III DPR atas sengkarut Joko Tjandra oleh Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR, patut diduga telah melanggar kode etik yaitu menghalang-halangi tugas anggota DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan," kata Boyamin Saiman kepada wartawan, Selasa (21/7).
"Dan patut diduga mempunyai kepentingan lain dengan berlindung di balik aturan yang sebenarnya dapat berlaku fleksibel sesuai kepentingan dan kebutuhan yang mendesak," imbuhnya.
Boyamin menambahkan, pihaknya menyayangkan permasalahan Djoko Tjandra yang memperoleh KTP-el, paspor, status bebas cekal dari NCB Interpol dan Imigrasi, mengajukan Peninjauan Kembali (PK), hingga memperoleh surat jalan dan surat sehat dari Kepolisian dan lain-lain seperti tidak dianggap urgent untuk dibahas segera.
Padahal, sambungnya, RDP tersebut sangatlah urgent karena akan membantu pemerintah untuk mengurai sengkarut kasus Djoko Tjandra, dan memberikan rekomendasi untuk penuntasan kasus ini dengan segera sebelum kehilangan jejak.
"Dalam rangka menemukan jejak-jejak keberadaannya, sehingga pemerintah mampu menangkapnya dan atau membawa pulang untuk dijebloskan dalam penjara," tegas Boyamin.
Menurut Boyamin, RDP pun dapat dilakukan secara virtual dan tidak mengganggu agenda anggota Komisi III DPR dalam masa reses. Lagipula, anggota DPR selama pandemik Covid-19 juga tidak terlalu banyak melakukan kegiatan tatap muka dengan konstitutuennya. Dengan melakukan RDP justru anggota DPR peduli kondisi riil di masyarakat.
"RDP DPR pengawasan dilarang sepanjang tidak adanya izin dan jika diizinkan maka tidak melanggar kesepakatan Rapat Badan Musywarah DPR. Izin ini hanya bersifat administrasi dan bukan rigid karena senyatanya pada saat reses sudah sering terjadi rapat-rapat oleh alat kelengkapan DPR," urainya.
Terlebih, RDP Komisi III DPR ini telah mendapat persetujuan Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Sehingga semestinya juga dizinkan oleh yang terhormat Azis Syamasudin," demikian Boyamin. (Rmol)