DEMOKRASI.CO.ID - Main mata sejumlah rumah sakit terkait Covid-19 mulai disorot oleh DPR. Wakil rakyat curiga ada upaya mengeruk keuntungan oleh sejumlah rumah sakit di tengah pandemi Covid-19 yang disebabkan Virus Corona.
Hal ini diungkapkan Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah saat rapat kerja (raker) dengan pemerintah, termasuk Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto Rabu (15/7/2020).
Said bercerita, ada seorang pasien cuci darah. Situasi pandemi Covid-19 menyulitkan mereka. Singkat kata, pasien ini kemudian masuk rumah sakit untuk cuci darah. Belakangan pasien tersebut meninggal.
"Sama rumah sakit kemudian dinyatakan meninggal karena Covid-19," kata Said Abdullah.
Sontak penyematan status Covid-19 ini membuat keluarga pasien berang. Keluarga kemudian melayangkan gugatan ke pengadilan. Hasilnya, pihak rumah sakit mengklarifikasi dan mengakui bahwa pasien tersebut tidak meninggal karena Covid-19.
Said juga memberi contoh lainnya, di Madura, tentangganya yang berjarak 500 meter punya penyakit sudah menahun. Suatu kali tentangganya itu berobat ke rumah sakit. Datang ke rumah sakit, kemudian meninggal langsung dinyatakan Covid-19.
Usut punya usut, kematian non-Covid-19 dan kematian akibat Covid-19 berbeda anggarannya. Yang jelas, kalau rumah sakit menyatakan orang meninggal karena Covid-19, pihak rumah sakit akan mendapatkan alokasi dana yang lumayan besar.
Said menuturkan ada kabar yang menyebut bahwa kalau orang sakit karena Covid-19, kemudian meninggal, maka anggarannya mencapai Rp90 juta. Ada pula yang menyebut angka Rp45 juta.
Terlepas benar atau tidaknya, kalau satu pasien meninggal berkisar Rp45 juta - Rp90 juta, maka kalau 100 orang pasien meninggal non-Covid- 19 dinyatakan Covid-19, maka rumah sakit bisa menerima uang senilai Rp4,5 miliar - Rp9 miliar.
"Tapi kira-kira ada kenakalannya juga rumah sakit Pak dokter. Tidak Covid-19 dinyatakan Covid-19," tukasnya.
Dalam catatan Bisnis, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk penanganan Covid-19 di bidang kesehatan senilai Rp87,5 triliun.
Anggaran yang besar itu digunakan untuk belanja penanganan Covid-19 sebesar Rp65,8 triliun; insentif tenaga medis Rp5,90 triliun; santunan kematian Rp300 miliar; bantuan iuran JKN Rp3 triliun; Gugus Tugas Covid-19 Rp3,5 triliun; insentif perpajakan di bidang kesehatan Rp9,05 triliun. []