DEMOKRASI.CO.ID - Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan PGRI telah mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) karena dinilai ada penggunaan anggaran negara yang janggal.
Menanggapi itu, Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan bahwa pihaknya akan mendalami program di Kemendikbud tersebut yang mengakibatkan tiga organisasi besar Indonesia keluar.
"KPK akan mendalami program dimaksud," ujar Ali Fikri kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (28/7).
Pendalaman tersebut, kata Ali, bisa dalam bentuk kajian seperti program-program sebelumnya yang juga KPK telah melakukan kajian mendalam.
"Bisa dalam bentuk kajian sebagaimana yang dilakukan terhadap program-program lain seperti BPJS, Pra-Kerja dan lainnya," kata Ali.
Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation merupakan dua dari banyak yayasan yang turut terlibat dalam POP Kemendikbud untuk meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
Namun keterlibatan dua yayasan sosial swasta tersebut dipertanyakan publik bahkan menuai polemik. Di mana kedua CSR perusahaan besar tersebut nantinya akan mendapat suntikan pembiayaan pelatihan guru dan kepala sekolah dengan total anggaran mencapai Rp 567 miliar per tahun.
Apa yang didapat Sampoerna dan Tanoto Foundation ini merupakan hasil dari proses evaluasi terhadap ormas yang telah mengajukan profil ormas dan proposal POP.
Terdapat 324 proposal dari 260 Ormas pengaju yang mengikuti proses evaluasi bertahap tersebut, mulai dari evaluasi administrasi, evaluasi teknis substantif, evaluasi pembiayaan, dan verifikasi.
Evaluasi administrasi dilakukan oleh Tim Verifikasi Administrasi, sedangkan evaluasi teknis substantif, evaluasi pembiayaan, dan verifikasi dilakukan oleh Tim Independen.
Proposal dari ormas yang terpilih atau lolos dibagi ke dalam tiga kategori. Yaitu Gajah, Macan, dan Kijang. Gajah akan mendapat anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar per tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp1 miliar per tahun.
Namun beberapa kontroversi muncul, karena masuknya pihak swasta yang terafialisi dengan CSR perusahan besar seperti Sampoerna dan Tanoto Foundation.
Seiring dengan itu Muhammadiyah, NU dan PGRI mengundurkan diri dari POP Kemendikbud, karena proses seleksi organisasi penggerak yang dinilai tidak jelas. (Rmol)