DEMOKRASI.CO.ID - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengkritik penguatan Satgas Penanganan Covid-19 yang kini memiliki kewenangan luas hingga bisa mengatur pemerintah daerah. Ini setelah Presiden Joko Widodo mengubah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menjadi Satgas Penanganan Covid-19. Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020.
Melalui Perpres itu, Jokowi menguatkan kewenangan Satgas Penanganan Covid-19. Keputusan Satgas tersebut bersifat mengikat bagi setiap kementerian/lembaga, pemda, dan instansi terkait. Refly menilai keputusan yang mengikat, khususnya bagi pemerintah daerah, adalah kebijakan yang tidak tepat. Satgas itu hanya tim ad hoc yang tidak bisa membuat aturan.
“Sekarang kalau dia (Satgas) katakan ini keputusan, pemda harus ikut. Lho, pemda buat kebijakan berdasarkan undang-undang, masa tunduknya pada Satgas,” ucap Refly harun di Jakarta, Rabu (21/7).
Refly mengatakan, jika kewenangan Satgas itu hanya sebatas koordinasi dan mendapatkan informasi dari pemda maka hal itu wajar saja. Namun tidak wajar jika keputusan yang dikeluarkan Satgas itu mengikat pemda.
Hal ini karena pemda memutuskan sesuatu berdasarkan dinamika politik di daerah. Sementara Satgas tidak dipilih rakyat, tapi tiba-tiba diberi kewenanangan membuat keputusan yang bersifat mengikat. “Bagaimana logika demokrasinya?” ucap Refly.
Menurut dia, seharusnya kewenangan Satgas itu hanya sebatas menerbitkan aturan yang berlaku secara internal, seperti kode etik dan pembagian tugas, bukan mengikat pemda. Jika demikian, aturan yang dibuat Satgas juga berlaku untuk masyarakat umum.
“Keputusan yang mengikat masyarakat seharusnya tidak dikeluarkan Satgas, dikeluarkan BNPB dalam perspektif darurat bencana atau dikeluarkan Kemenkes kalau perspektifnya darurat kesehatan masyarakat,” ucap dia.(*)