DEMOKRASI.CO.ID - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta penegak hukum meproses hukum semua pihak yang terlibat dalam pelarian buronan kasus korupsi , Joko Tjandra. ICW berpandangan ada 6 kejanggalan dalam proses masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia.
Pertama, imigrasi seakan membiarkan begitu saja Djoko Tjandra masuk ke wilayah yurisdiksi Indonesia, padahal yang bersangkuta merupakan buronan. Kedua, ada dugaan penghapusan nama Djoko Tjandra dalam daftar red notice interpol.
Ketiga, kelalaian imigrasi karena menerbitkan paspor Djoko Tjandra. Keempat, Kejaksaan tidak serius dalam upaya mendeteksi keberadaan buronan termasuk aset yang harus dikembalikan kepada Negara.
Kelima, administrasi kependudukan dan catatan sipil membiarkan Joko Tjandra mengurus dan mendapatkan e-KTP. Keenam, pengadilan negeri Jakarta Selatan membiarkan buronan kelas kakap mendaftarkan pengajuan Peninjauan Kembali, tanpa menginformasikan kepada penegak hukum yang bertanggungjawab melakukan eksekusi (Kejaksaan).
Berdasarkan hal itu, ICW meminta Kapolri Idham segera memecat Brigjen Prasetijo Utomo dari anggota Kepolisian dan meneruskan persoalan ini ke ranah hokum. KPK harus melakukan penyelidikan atas indikasi tindak pidana korupsi (suap) yang diterima pihak-pihak tertentu yang membantu pelarian dan memfasilitasi buronan Djoko Tjandra untuk bisa mondar-mandir ke Indonesia tanpa terdeteksi.
Selain itu, Kejaksaan Agung harus segera melaksanakan pendeteksian keberadaan sekaligus menangkap Djoko Tjandra agar yang bersangkutan menjalani masa hukuman. Kejagung juga memulihkan kerugian negara dengan melacak dan merampas uang ratusan milar yang harus dikembalikan ke negara.
“(Kejagung) harus evaluasi serta merombak tim eksekusi kejaksaan karena terbukti gagal meringkus Djoko Tjandra,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Jakarta, Kamis (16/7).
ICW juga meminta lembaga terkait segera melakukan pemeriksaan atas berbagai kejanggalan dalam hal kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia. Lembaga-lembaga yang harus diperiksa adalah Direktorat Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Kepolisian.
“Mahkamah Agung harus menolak upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan oleh Joko Tjandra. Selain itu, majelis hakim harus menunda proses persidangan karena tidak dihadiri secara langsung oleh terpidana,” ucap Kurnia. []