DEMOKRASI.CO.ID - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyinggung ihwal tradisi intelektual saat menghadiri acara perayaan ulang tahun ke-22 Partai Bulan Bintang di Jakarta Selatan, Sabtu sore, 18 Juli 2020.
Ia sekaligus menyindir adanya pihak-pihak yang bertindak terkait sesuatu tetapi tanpa mendalami. Padahal dulu, ujar Hasto, M Natsir, Bung Karno, Bung Hatta, dan tokoh lainnya selalu membaca dulu baru bertindak.
"Sekarang, demo dulu baru membaca, kadang bahkan tidak membaca sama sekali," kata Hasto dalam siaran persnya, Sabtu, 18 Juli 2020. "Makanya jadi banyak energi bangsa terbuang sia-sia."
Hasto mengatakan belakangan ini banyak pihak yang bertindak atas nama kepentingan politik tanpa mendalami dulu apa yang sebenarnya terjadi. Ia mengatakan ini khususnya yang membenturkan Pancasila, Islam, dan menyangkut Bung Karno.
Padahal kata Hasto Kristiyanto, Bung Karno menyatakan Pancasila adalah bintang penunjuk arah bangsa. Ia mencontohkan kiprah Bung Karno mempelopori Konferensi Asia Afrika dan meminta Uni Soviet memugar makam Imam Bukhari.
Begitu pun Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Menurut Hasto, sewaktu menjabat presiden Megawati memberikan kritik keras atas aksi unilateral ke Irak tanpa persetujuan Perserikatan Bangsa-bangsa.
"Masa karena kepentingan politik, kami disebut komunis? Ini perlu kita luruskan," ujar Hasto.
PDI Perjuangan memang tengah didera isu komunis seiring dengan polemik Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila. Dalam sejumlah demonstrasi menolak RUU HIP, PDI Perjuangan ikut kena perundungan.
Juni lalu, bendera bergambar banteng moncong putih seperti logo PDI Perjuangan bahkan dibakar oleh sekelompok orang saat aksi di depan Gedung DPR/MPR. Insiden itu menyinggung kader banteng, yang kemudian menempuh langkah hukum melapor ke Kepolisian. []