DEMOKRASI.CO.ID - Puluhan warga dinyatakan positif virus Corona (COVID-19) setelah melayat warga yang meninggal di Kelurahan Wijaya Kusuma, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat (Jakbar). Berawal dari salah satu anggota keluarga warga yang meninggal dinyatakan positif Corona, virus ini menyebar ke 29 warga lainnya yang melayat.
"Terkait penambahan kasus di Wijaya Kusuma terjadi di RW 05, diawali ada warga meninggal, warga meninggal ini tidak ada terindikasi COVID-19. Akhirnya, semua warga di situ datang takziah, melayat. Tiba-tiba hari ketiga acara tersebut ada salah satu warga yang merasakan sesak napas, pingsan, dan dibawa ke layanan IGD 24 jam, khususnya Grogol Petamburan," ucap Lurah Wijaya Kusuma, Novi Indria Sari, saat dihubungi, Rabu (22/7/2020).
"Setelah itu, baru ketahuan kalau salah satu anggota keluarga yang meninggal itu ternyata positif COVID. Kemudian, pada hari Jumat dilakukan tes swab sebagai tracing dari anggota keluarga yang positif COVID tersebut. Tes swab diikuti 94 warga, hasilnya 29 positif," ujarnya.
Novi membenarkan bahwa para warga itu positif Corona karena berkumpul di acara tahlilan tersebut. Warga tidak tahu satu di antara mereka positif Corona karena tanpa gejala.
"Betul (karena acara tahlilan), karena semua tidak mengetahui ada yang terpapar COVID," jawabnya.
Menurut Novi, 29 kasus positif itu terjadi di RT 01 dan RT 02 RW 05 Wijaya Kusuma. Dua RT tersebut merupakan wilayah padat penduduk.
"Tidak ada jarak rumah, mepet, kayak di wilayah Tambora," ujarnya.
Warga yang dinyatakan terpapar Corona telah diisolasi di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Namun, ada satu orang yang dibawa ke RS Pelni karena memiliki penyakit bawaan.
"Sore sampai dengan pagi ini, warga positif sudah dibawa ke isolasi di Wisma Atlet, kecuali satu anggota keluarga yang sesak napas, itu ada penyakit menyerta, penyakit jantung, dirujuk ke Rumah Sakit Pelni," ujar Novi.
Novi menyebut acara tazkiah itu digelar di dalam rumah dan ramai didatangi warga setempat. Dia mengingatkan kembali soal imbauan jangan berkerumun saat masa PSBB transisi untuk menghindari penularan.
"Betul (imbauan larangan berkerumun), kita dan bawahan, jajaran RT/RW, mengimbau nggak hanya berkumpul acara, kumpul biasa pun kita imbau (tidak dilakukan)," ucap Novi.
Namun, menurut Novi, terkadang masyarakat tidak mengindahkan larangan tersebut. Padahal, ada risiko tertular saat terjadi kerumunan.
"Tapi namanya warga meninggal, budaya, namanya tetangga, akhirnya saling bantu. Mendoakan, niatnya baik, kita tidak pernah tahu ada terpapar COVID atau tidak," ujar Novi.(rmol)