DEMOKRASI.CO.ID - Anggota DPR RI Fadli Zon menilai pelarian buron terpidana kasus pengalihan utang (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra menjadi contoh kejanggalan proses penegakan hukum di Indonesia.
Diduga, Djoko berhasil keluar masuk wilayah Indonesia dengan bantuan dari oknum pejabat pemerintah dan aparat.
“Kasus Djoko Tjandra ini adalah salah satu contoh saja dari bagaimana semua bisa diatur di negeri ini, di Indonesia ini,” kata Fadli Zon dalam sebuah diskusi, Kamis (23/7/2020).
“Banyak sekali instansi-instansi yang dianggap terlibat, dipermalukan dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, Kemekumham, Kepolisian, Kejaksaan,” tutur dia.
Fadli berharap, aparat penegak hukum dapat segera menangkap Djoko Tjandra untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Sebab, terdapat fakta pembuatan KTP elektronik Djoko Tjandra, paspor, pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), hingga surat jalan dari kepolisian.
“Dan ini yang akan membahayakan, ketika orang sudah tidak percaya lagi kepada hukum, hanya menjadi alat untuk permainan kekuasaan,” kata Fadli.
Selain itu, Fadli menyebut pelarian Djoko Tjandra juga melanggar konstitusi yang mengatur soal hubungan batas-batas negara.
“Karena bukan saja ini menyangkut masalah pelanggaran hukum, menurut saya melanggar konstitusi yang mengatur hubungan batas-batas negara dan seterusnya,” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra itu.
Hingga saat ini, keberadaan Djoko Tjandra masih menjadi teka-teki. Belakangan beredar kabar bahwa Djoko berada di Malaysia.
Pada sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/7/2020), ia tidak hadir dengan alasan sakit. Kuasa hukum Djoko, Andy Putra Kusuma, turut menyertakan surat dari sebuah klinik di Malaysia.
"Mohon izin Yang Mulia, sampai saat ini pemohon PK atas nama Djoko Tjandra belum bisa hadir dengan alasan masih sakit, kita ada suratnya untuk pendukung," ujar Andi di ruang sidang pengadilan, dikutip dari Tribunnews.com.
Kemudian, terkuak surat jalan untuk Djoko Tjandra yang dikeluarkan oleh Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menuturkan, surat jalan untuk Djoko Tjandra, diterbitkan atas inisiatif Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Menurut Argo, surat jalan tersebut juga dikeluarkan tanpa izin dari pimpinan Prasetijo.
“Dalam pemberian atau pembuatan surat jalan tersebut, Bapak Kepala Biro tersebut adalah inisiatif sendiri dan tidak izin sama pimpinan,” kata Argo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (15/7/2020).
Prasetijo diduga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri.
Argo mengatakan, Divisi Propam Polri sedang mendalami kemungkinan keterlibatan orang lain. Selain itu, motif Prasetyo berinisiatif mengeluarkan surat jalan juga sedang ditelusuri.
Terkait hal tersebut, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis mencopot Prasetijo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Keputusan itu tertuang dalam surat telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. (*)