DEMOKRASI.CO.ID - Forum Masyarakat Penyelamat Wisata Manggarai Barat mendesak Presiden Jokowi mencabut Peraturan Presiden (Perpres) 32/2018 tentang Badan Otorita Pengelola (BOP) Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores yang dianggap tidak memihak kepada pelaku UMKM dan hanya menguntungkan pemodal besar.
Kehadiran BOP memperburuk kemiskinan dan memperkaya kaum elit. Segala aturan dibuatnya seakan-akan rumah ini miliknya, pemilk rumah dibuat tak berdaya. BOP adalah produk kapitalis asing ingin menguasai seluruh aset di Flores dan Labuan Bajo," kata Koordinator Forum Masyarakat Penyelamat Wisata Manggarai Barat, Raffael melalui keterangan tertulisnya, Rabu (22/7).
Parahnya lagi, kata dia, di tengah terpuruknya ekonomi dan ketidakberdayaan masyarakat akibat pandemik Covid-19 ini dimanfaatkan untuk memuluskan rencana tersebut tanpa memikirkan kelangsungan hidup masyarakat setempat.
"Pasca pandemik, situasi dimanfaatkan untuk kemulusan kekuasaan yang sejak lama mereka targetkan, keberadaan orang lokal pun tidak tahu dikemanakan," katanya.
Raffael menuding, Presiden Jokowi tidak serius menjadikan Labuan Bajo sebagai leading sektor pariwisata berbasis membangkitkan UMKM. Terbukti, pelaku pariwisata berbasis UMKM di Labuan Bajo saat ini berada diambang kematian.
"Presiden Jokowi pernah mengatakan. Jika BOP tidak menguntungkan masyarakat lokal, tidak boleh dilanjutkan. Tetapi itu hanyalah gurauan belaka, sebab BOP tau segala yang ada di Flores dan labuan Bajo, sama sekali tidak memihak rakyat kecil," ucap Raffael.
Seharusnya, kata dia, pembangunan pariwisata dialamatkan untuk kesejahteraan rakyat seperti yang diamanatkan pada Sila ke-2 dan ke-5 Pancasila. Namun, kenyataanya yang dilakukan oleh pemerintah berkiblat kapitalis atau kelompok pemilik modal besar.
"Oleh karena itu model koperasi dan UMKM adalah corak dasar ekonomi kita atau koperasi sebagai soko guru pembangunan ekonomi kerakyatan. Bukan sistem kapitalisme, bukan sistem monarki absolut, bukan sistem monopoli dan oligopoli kelompok kapitalis," jelasnya.
Raffael mengatakan, saat ini Badan Ootorita Pengelola Labuan Bajo Flores (BOPLF) menguasi aset lahan seluas 400 ha dan telah mengakuisisi hutan konservasi menjadi investasi.
"Ini adalah rencana strategi awal yang dilakukan BOP didalam upaya percepatan arus pemodal datang ke Labuan Bajo," kesalnya.
Raffael menyebut, privatisasi ruang publik dan swastanisasi, ruang konservasi dengan invasi perekonomian yang berbasis kapitalis menabrak Ruang Regulasi 5/1990 dan menyasar sampai Taman Nasional Komodo yakni PT KWE yang berada di Pulau Rinca dan PT FLE di Pulau Padar.
"Pemburu rente menyebarkan invansi investasi dengan menabrak ruang konservasi TN Komodo, ruang regulasi ditabrak dan dikangkangi oleh nafsu profit bisnis," ujarnya.
Ironisnya lagi, sambungnya, para pengusaha saat ini dihadapkan dengan pasar bebas yang dikuasai mengatasnamakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menguasai aset vital Labuan Bajo dan menjadikan masyarakat sebagai penonton.
"UMKM di Manggarai Barat long ata lonto, lonto ata long (menjadi penonton). Aset-aset vital seperti tanah, TN Komodo, Marina Labuan Bajo, Kapal Ferry Komodo (KMP KOMODO) merupakan milik BUMN, dan petarung UMKM dipersilahkan ruang untuk beradu jotos dengan raksasa kapitalis," tegasnya.
Untuk itu, dia mendesak mulai dari pemerintah pusat hingga daerah untuk menciptakan regulasi yang melandasi pembangunan ekonomi dengan subjek utama adalah rakyat masyarakat dan menghindari penggunaan terminologi efek menetes kebawah sebagai efek domino pembangunan pariwisata di Manggarai Barat.
"Mesti ada grand design pembangunan yang didasari atas kedaulatan rakyat adalah legitimasi kekuasaan saudara, sehingga jangan berperilaku seperti kacang lupa kulit," pungkasnya. (Rmol)