DEMOKRASI.CO.ID - Punya ambisi menjadi kekuatan terbesar dunia, China masih terus melancarkan kampanye militerya. Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), jadi alat utama Negeri Tirai Bambu untuk membuat ciut nyali lawan-lawannya.
Menurut laporan Business Mirror , saat ini tentara China tengah menjalani latihan militer di Kepulauan Hoang Sa (Kepulauan Paracel). Latihan militer jadi salah satu cara China unjuk taring kepada dunia, terutama kepada Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya di Asia.
Tak cuma dengan Amerika, Jepang, dan Korea Selatan (Korsel), China juga tengah berseteru dengan negara tetangganya, India. Puluhan korban berjatuhan saat tentara India bentrok dengan pasukan China di Lembah Galwan, Ladakh, wilayah perbatasan kedua negara.
Seperti yang diketahui, dalam laporan Hindustan Times, 20 personel Angkatan Bersenjata India (BSS) tewas dalam bentrokan maut itu. Sementara itu, pihak China justru merahasiakan data korban. Meskipun dipercaya, jumlah korban jiwa dari kubu tentara China lebih banyak.
Kemudian, China juga berupaya keras untuk menarik kembali Taiwan ke dalam wilayahnya. Di sisi lain, pemerintah China juga terus mengencangkan cengkramannya ke Hongkong.
Ketegangan juga dirasakan oleh China usai tuduhan serius yang dilayangkan Australia. Pemerintah Negeri Kangguru membuat China kebakaran jenggot lantaran menghebuskan seruan penyelidikan, terkait wabah Virus Corona (COVID-19) yang berawal dari Wuhan,
VIVA Militer: Parade tank Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA)
Ketegangan antara China dengan Amerika, India, Hongkong, dan Taiwan, bisa terus meruncing jika Beijing terus pamer kekuatan militer dan menunjukkan sikap arogan. Di sisi lain, sikap itu justru bisa jadi bumerang yang berbalik menyerang China sendiri.
Seorang direktur sebuah institut China di Sekolah Studi Oriental dan Afrika di London, Steven Tsang, melihat bahwa China sangat serius untuk merealisasikan ambisinya. Di sisi lain, Tsang yakin untuk membuat misinya tercapai Xi Jinping siap untuk menghunus pedang dan mengibarkan bendera perang.
"Ada perasaan bahwa telah tiba saatnya bagi China untuk mengklaim tempatnya di bawah matahari. (Memenuhi keinginan Xi Jinping) berarti tengah menghunus sebuah pedang," ujar Tsang dikutip dari Digital Journal.
Ancaman bahaya juga bisa datang dari para veteran tentara China, yang justru akan berbalik melawan Xi Jinping dan Partai Komunis (CPC). Seorang putra mantan perwira Tentara Pembebasan Rakyat China, Jianli Yang, membeberkan bahwa ada jutaan mantan tentara yang kecewa dengan pemerintah Xi Jinping.
Menurut pandangan Jianli, bukan tak mungkin jutaan mantan tentara itu menggabungkan kekuatan yang diprediksi mampu menyamai kekuatan militer China.
"PLA telah lama menjadi pilar utama kekuatan Partai Komunis China. Jika sentimen dari kader PLA yang terluka (kecewa), mereka akan berkumpul bersama jutaan veteran lainnya yang tidak puas. Mereka bisa membentuk kekuatan yang tangguh dan mampu menentang kepemimpinan Xi (Jinping)," ujar Jianli dilansir Washington Post.
"Secara signifikan, kepemimpinan Partai Komunis China tidak bisa menghentikan potensi veteran untuk melancarkan anti-rezim secara kolektif dan bersenjata. Oleh sebab itulah protes para veteran terus berlanjut. Meskipun, ada tekanan koersif yang signifikan serta langkah birokrasi, itu justru menjadi kecemasan yang kuat yang ditunjukkan Xi Jinping dan kepemimpinan CPC," katanya. []