logo
×

Sabtu, 18 Juli 2020

Brigjen Prasetijo Bantu Djoko Tjandra demi Memperkaya Diri Sendiri

Brigjen Prasetijo Bantu Djoko Tjandra demi Memperkaya Diri Sendiri

DEMOKRASI.CO.ID - Komisioner Komisi Kepolsian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menegaskan bahwa Brigjen Prasetijo Utomo sudah selayaknya dicopot telah menyalagunakan jabatannya. Poengky menilai, tindakan Prasetijo dalam membantu Djoko Tjandra kembali ke Indonesia dengan membuat surat jalan palsu adalah cara kotor orang yang ingin memperkaya diri sendiri.

“Yang bersangkutan ini menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan sendiri. Artinya berani membuat surat palsu, kemudian memanfaatkan segala macam yang ada,” ujar Poengky dalam diskusi yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Sabtu (18/7).

Poengky mengatakan dirinya telah mendapatkan informasi bahwa surat jalan yang dibuat Prasetijo diketik di komputer pribadi miliknya.

“Yang bersangkutan menggunakan komputer sendiri, terus kemudian membuat surat sendiri. Ini surat palsu. Karena (kalau surat asli, Red) harus ditandatangani oleh pihak-pihak yang lain,” katanya.

“Kemudian pekerjaan ditulis Djoko Tjandra seorang konsultan, konsultan dari mana? Konsultan dari Hongkong? Bohong ini,” tambahnya.

Oleh sebab itu, Poengky mengatakan yang dilakukan oleh Prasetijo adalah tindakan perseorangan yang jelas ingin memperkaya diri sendiri. “Ini nggak mungkin institusi. Jadi ini permainan pribadi dan juga jelas yang bersangkutan mempunyai niat memperkaya diri sendiri,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui,‎ Brigjen Prasetijo Utomo merupakan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Ia dicopot dari jabatannya atas kasus terbitnya surat jalan buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

Dalam hal pembuatan surat jalan Djoko Tjandra, jenderal bintang satu Polri itu telah melampui kewenangannya. Pasalnya, Ia bergerak atas inisiatif sendiri tanpa melalui izin dari pimpinan.

Adapun, Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Djoko. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.

Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali atau PK terhadap kasus ini ke Mahkamah Agung (MA). Pada 11 Juni 2009, MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Joko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta. Uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar dirampas untuk negara. Imigrasi juga mencekal Djoko.

Djoko Tjandra kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan menetapkan Joko sebagai buronan. Belakangan, Djoko diketahui kembali masuk ke Indonesia untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (*)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: