logo
×

Selasa, 07 Juli 2020

11.998 Madrasah tanpa Listrik dan 13.793 Belum Tersambung Internet

11.998 Madrasah tanpa Listrik dan 13.793 Belum Tersambung Internet

DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi kembali mengikuti rapat bersama Komisi VIII DPR Selasa (7/7/2020). Dalam rapat itu Fachrul mengungkapkan kondisi madrasah yang memprihatinkan.

“Madrasah tanpa listrik ada 11.998 unit madrasah,” kata mantan Panglima TNI itu. Kemudian madrasah yang belum memiliki akses internet mencapai 13.793 unit. Madrasah yang belum tersambung setrum PLN dan akses internet itu kebanyakan berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Fachrul mengatakan akan terus menjalin kerjasama dengan instansi terkait. Supaya puluhan belasan ribu madrasah itu segera tersambung listrik sekaligus memiliki akses internet. Apalagi di masa pandemi saat ini, sekolah tatap muka tidak bisa dijalankan. Sebagai gantinya pembelajaran dilakukan secara online.

Menteri asal Aceh itu juga mengatakan pagu anggaran program pendidikan Islam di Kemenag tahun ini sejatinya Rp 51,4 triliun. Tetapi akibat adanya pandemi Covid-19, anggaran itu terkepras menjadi Rp 50,7 triliun. Dia berharap dengan alokasi anggaran yang tersedia, persoalan pendidikan di tengah pandemi Covid-19 bisa diatasi.

Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengatakan kondisi madrasah seperti menjadi pekerjaan rumah (PR) terbesar.
“Kita sudah 75 tahun merdeka,” katanya. Untuk mengatasi madrasah tidak memiliki akses listrik dan internet itu perlu keberpihakan pemerintah bersama parlemen.

Khususnya terakait dengan kebijakan penganggaran. Dia menegaskan Komisi VIII DPR siap mendukung penuh pemenuhan listrik serta internet untuk madrasah itu.

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengatakan pemerintah tentu butuh waktu lama untuk menuntaskan ketersediaan akses internet dan listrik di madrasah itu. Padahal kebutuhan sangat mendesak. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini.

Untuk itu dia mengatakan pemerintah perlu mengubah paradigma pendidikan di masa pandemi seperti saat ini. Dia berharap paradigma pendidikan sekarang ini digeser menjadi pembelajaran yang fleksibel. “Atau flipped learning,” katanya.

Rizal mengatakan flipped learning itu adalah mengubah pola pembelajaran selama ini. Dia menjelaskan selama ini pola pembelajarannya adalah siswa belajar di sekolah, kemudian mengerjakan tugas di rumah. Nah di masa pandemi seperti sekarang ini, perlu diubah menjadi anak-anak belajar di rumah lalu mengerjakan tugas di sekolah.

Karena di masa pandemi seperti sekarang ini siswa tidak bisa ke sekolah, maka tugasnya diberikan ke guru secara fleksibel. Tidak harus memanfaatkan internet dengan kecepatan tinggi. Tetapi dengan jaringan internet yang tersedia di wilayah siswa masing-masing.

“Bahkan kalau tidak ada internet, tugas bisa dikirim atau diberikan lewat SMS,” jelasnya.

Atau kalau perlu siswa mengirim tugasnya melalui pos, menyampaikan langsung ke rumah guru, atau cara-cara lain yang tidak membutuhkan akses internet. Dia menegaskan scenario seperti ini harus dibuat oleh pemerintah. Sebab untuk menjangkau seluruh madrasah atau sekolah tersambung listrik dan internet, butuh waktu lama.

Pada prinsipnya pembelajaran di tengah pandemi harus fleksibel. Di daerah yang diperbolehkan tatap muka, tetap dikombinasikan dengan belajar di rumah. Atau biasa disebut blended learning. Tujuannya harus mendorong siswa untuk bisa mandiri dalam belajar.

“Siswa didorong memiliki tanggung jawab,” tuturnya. Tugas yang diberikan juga bisa menyesuaikan dengan kondisi siswa atau keluarganya. Model seperti ini sering disebut home based learing. (jpc/pojoksulsel)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: