DEMOKRASI.CO.ID - Indonesia memiliki banyak masyarakat usia produktif sebenarnya. Sayangnya masyarakat itu tidak memiliki kesiapan kompetensi di abad 21. Memajukan pendidikan tidak didukung dengan kesiapan SDM-nya. Maka, memajukan pendidikan Indonesia menjadi hal yang berat saat ini.
Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengungkapkan, siapa pun menteri pendidikan saat ini dia menanggun beban berat untuk memajukan Indonesia. Sehingga betul dibutuhkan figur yang mamu memahami apa yang dibutuhkan oleh pendidikan Indonesia untuk bisa setara dengan dunia lain.
"Saya mungkin mau mengangkat ini dari sisi makro, artinya kalau kita melihat siapa pun Mendikbud-nya tugasnya berat sekali untuk mencerdaskan bangsa ini, karena modal kita itu sangat minim, kita bicara sdm-nya," ujar Indra dalam acara ILC malam tadi, Selasa (28/7).
"Tahun 2018 ada sebuah jurnal dari Inggris Center for Economic education yang menulis, anak Indonesia siap menghadapi abad 21 di abad 31. Jadi kita itu dipandang ketinggalan 1000 tahun dibanding negara-negara lain. Itu jelas, diperteguh lagi dengan contoh hasil PISA," lanjut Indra.
PISA adalah Programme for International Student Assessment, Program Penilaian Pelajar Internasional yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi
"Anak Indonesia ini ternyata dianggap functionally ileteral artinya buta aksara secara fungsi, bisa baca tapi nggak ngerti apa yang dibaca, separah itu SDM kita dan itu dilihat dari sisi internasional," tegas Indra.
Menurut Indra, semua masyarakat Indonesia berharap dengan hadirnya 'Mas Menteri' Nadiem Makarim pendidikan Indonesia bisa out of the box. Namun, 10 bulan berjalan, masyarakat belum melihat hasil yang ditorehkan Nadiem.
"Setelah 10 bulan beliau memimpin, kok kelihatannya justru semakin banyak kegaduhan demi kegaduhan yang muncul dan sama sekali tidak menjawab tantangan tadi. Jadi sebetulnya ya wajar kalau Pak Presiden kemarin marah kan begitu karena betul-betul apa yang terjadi di lembaga yang harusnya memimpin Urusan pendidikan ini tidak terlihat," urai Indra.
Indra menegaskan program pendidikan yang saat ini sedang berjalan adalah program daur ulang. Nadiem tidak terlihat mengeluarkan sesuatu yang baru. Apalagi saat ini pendidikan terhempas oleh adanya wabah Covid-19 di mana pembelajaran menjadi tersendat.
Segala problem PJJ yang terjadi saat ini merefleksikan kondisi nyata dunia pendidikan Indonesia.
"Inilah refleksi kondisi nyata dunia pendidikan kita seperti apa. Bukan masalah teknologi, teknologi nomor sekian, tapi sebetulnya kondisi nyatanya kita dalam kondisi yang sangat parah dan ini harus segera diperbaiki."
Perbaikan itu di antaranya, harus membuat evaluasi. "Tantangan di dalam jurnal tadi dikatakan problem bangsa Indonesia ada dua, dan dua-duanya adalah complacency artinya menganggap semuanya baik-baik saja," ungkap Indra.
Kecenderungan masyarakat adalah ketika menganggap ekonomi sebuah negara baik, maka pendidikannya juga baik. Ini yang terjadi pada Indonesia yang sempat mencatat kondisi ekonomi yang baik beberapa tahun lalu.
"Ekonomi bagus sehingga pendidikannya juga bagus, padahal faktanya stagnan. Tidak ada peningkatan sama sekali," cetus Indra.
Direktur Pendidikan VOX Populi Institute Indonesia ini sejak awal sangat berharap kehadiran Nadiem Makarim bisa menjadikan dunia pendidikan Indonesia jauh lebih baik lagi
Logikanya sederhana, kalau di gojek itu ada titik jemputnya dimulai dari mana. Terus mau pergi ke mana atau sampai mana. Dari Kemendikbud, kita tuh sekarang ada di mana terus mau dibawa kemana, kan gitu. Nah, itu yang belum pernah disampaikan dari semua program Kemendikbud semuanya dibuat sepotong-sepotong jilid 1 jilid 2 jilid 3 jilid 4 yang kita nggak pernah tahu ini kita nyasar, kita sampai ke tempat tujuan, atau ke mana," kata Indra.(rmol)